BeritaDaerahNews

Meneropong Keadilan Islam dalam Kasus “Vina, Sebelum 7 Hari”: Sebuah Refleksi Hukum dan Moral

35
×

Meneropong Keadilan Islam dalam Kasus “Vina, Sebelum 7 Hari”: Sebuah Refleksi Hukum dan Moral

Sebarkan artikel ini
Example 300250

Oleh: Muh Zaitun Ardi, S.H., M.H

(Dosen Hukum Keluarga Islam STAI DDI Maros)

Kontroversi dalam film “Vina, Sebelum 7 Hari” yang telah memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat. Berdasarkan tragedi nyata yang menimpa Vina Dewi Arsita dan Eky pada 27 Agustus 2016 di Cirebon, film ini menggali luka mendalam dari peristiwa mengerikan pembunuhan dan pemerkosaan oleh geng motor Moonraker.

Anggy Umbara, sang sutradara, menyatakan bahwa tujuan utama pembuatan film ini adalah untuk mengkampanyekan anti-bullying dan membantu menguak kembali kasus pembunuhan Vina yang selama ini terpendam. Namun, kisah tersebut tidak disajikan 100% sesuai dengan kenyataan, beberapa elemen disamarkan demi menghindari konfrontasi dengan pihak-pihak tertentu. Bahkan, tim produksi mengalami intimidasi dari oknum yang mengaku sebagai pihak kepolisian Cirebon, menambah kompleksitas dalam penyelesaian film ini.

Awal Mula Tragedi: Kecelakaan atau Pembunuhan Berencana?

Dalam sebuah podcast dengan Denny Sumargo, pihak keluarga almarhumah Vina mengungkap kronologi tragis pada 27 Agustus 2016. Vina dan Eky dikabarkan mengalami kecelakaan tunggal di Cirebon, namun kondisi Vina yang penuh luka parah dan Eky yang tewas di tempat menimbulkan kecurigaan keluarga. Motor dan HP Vina yang utuh makin memperkuat dugaan bahwa ini bukan sekedar kecelakaan. Hal yang mengejutkan adalah cerita dari sahabat Vina, Linda, yang dirasuki arwah Vina dan mengungkap bahwa mereka dibunuh dan Vina diperkosa oleh beberapa pelaku. 

Rekaman suara arwah Vina pun menjadi viral.

Proses Hukum yang Dipertanyakan

Keluarga Vina yang berbekal bukti-bukti fisik dan rekaman suara mendesak kepolisian untuk mengusut kembali kasus ini. Polisi melakukan otopsi ulang dan menangkap 11 tersangka, meski tiga di antaranya masih buron hingga kini. Kejanggalan hukum mulai terungkap saat salah satu pelaku, Saka Tatal, mendapatkan remisi dan hanya menjalani hukuman 3 tahun 8 bulan dari vonis 8 tahun. 

Pengacara para pelaku mengungkapkan berbagai kejanggalan, termasuk sidang tertutup dan hasil visum yang tidak konsisten dengan dakwaan.

BACA JUGA:  Yamaha Prima Motor Ramaikan Pameran BGE 2024, Dapatkan Promo Menarik!

Di sisi lain, keluarga korban yang kini didampingi pengacara Hotman Paris menemukan banyak kejanggalan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Terdapat nama yang dihilangkan tanpa alasan jelas, sulitnya penangkapan tiga buronan selama 8 tahun, serta tidak diterapkannya pasal perkosaan dalam tuntutan. Semua ini menunjukkan potret buram penegakan hukum di Indonesia.

Institusi Hukum yang Diragukan

Kasus Vina dan Eky menjadi sorotan publik terhadap kredibilitas institusi hukum di Indonesia. Pengakuan dari salah satu pelaku yang merasa dipaksa mengaku oleh pihak kepolisian menambah panjang daftar kejanggalan. Kepolisian dan kejaksaan terlihat gamang dalam menangani kasus ini, memperlihatkan ketidakadilan yang kian menumpulkan tajamnya hukum di negara ini. 

Polda Jawa Barat merespons isu ini secara normatif, menyatakan bahwa mereka terus berupaya menyelesaikan kasus ini, namun publik sudah terlanjur skeptis.

Islam dan Keadilan Hukum

Kasus Vina Cirebon membuka mata kita akan pentingnya penegakan keadilan yang sebenar-benarnya, sebuah prinsip yang dijunjung tinggi dalam ajaran Islam. Islam menempatkan hukum dan keadilan sebagai pilar utama dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, dengan tujuan melindungi hak-hak individu dan memastikan keseimbangan dalam masyarakat.

Dalam perspektif Islam, hukum sangat menjunjung tinggi keadilan. Islam mengajarkan bahwa nyawa manusia sangat berharga dan hukuman untuk pembunuhan harus setimpal, dengan qishash atau balasan setimpal sebagai prinsip utama. Kasus Vina harus dilihat sebagai cerminan pentingnya keadilan yang hakiki. 

Syariat Islam menekankan perlunya hukuman yang setimpal dan memberikan ruang untuk pengampunan berdasarkan persetujuan keluarga korban.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, Surah An-Nisa ayat 58:

۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا

BACA JUGA:  Kalahkan Dirgantara Bubung Lewat Adu Penalti, MAU Fc ke Semifinal Camat Luktar Cup 2024

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. 

Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa: 58)

Dalam kasus pembunuhan, Islam menerapkan prinsip qishash, yakni balas setimpal, kecuali jika keluarga korban memberikan pengampunan. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 178:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ ۗ ذٰلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗفَمَنِ اعْتَدٰى بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; … Barang siapa yang mendapat maaf dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula.” (QS. Al-Baqarah: 178)

Adapun hukuman untuk pemerkosaan dalam Islam sangatlah tegas. Jika terbukti bersalah, pelaku zina (dalam konteks perkosaan) dihukum sesuai dengan ketetapan hudud, yaitu hukuman yang sudah ditentukan oleh Allah SWT. Surah An-Nur ayat 2 menyebutkan:

اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖوَّلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۚ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَاۤىِٕفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ

“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin. (QS. An-Nur: 2)

Namun, jika kasus tidak dapat dibuktikan dengan saksi sesuai ketetapan hudud, maka hakim memiliki kewenangan untuk menetapkan hukuman takzir berdasarkan bukti yang ada, termasuk hukuman mati dalam kasus pemerkosaan berat.

BACA JUGA:  Faperta Untika Luwuk Buka Penerimaan Maba Program Magister Ilmu Pertanian 

Kasus Vina Cirebon dalam Perspektif Hukum Islam

Dalam konteks kasus Vina Cirebon, ajaran Islam menekankan perlunya penegakan hukum yang adil dan transparan. Penegakan hukum yang tegas dan sesuai syariah dapat memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya, serta mencegah terulangnya kejahatan serupa. Pengadilan yang adil juga mencegah terjadinya manipulasi dan penyalahgunaan kekuasaan dalam proses penegakan hukum.

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Ma’idah ayat 8:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) Saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum yang mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Ma’idah: 8)

Dalam implementasinya, penegakan hukum yang adil di Indonesia memerlukan reformasi sistem hukum yang memastikan keadilan tidak hanya tajam ke bawah, tetapi juga ke atas. Kasus Vina Cirebon mengingatkan kita akan pentingnya integritas dalam penegakan hukum dan kebutuhan untuk memperbaiki sistem peradilan yang ada agar setiap lapisan masyarakat dapat merasakan keadilan yang sesungguhnya.

Refleksi dan Hikmah

Kasus Vina dan Eky menunjukkan betapa pentingnya penegakan hukum yang adil dan transparan. Semua pihak, baik pemerintah, aparat penegak hukum, maupun masyarakat, harus introspeksi dan memperbaiki sistem hukum yang ada. 

Kasus ini harus menjadi pengingat bahwa keadilan tidak boleh dikompromikan. Semoga dengan terkuaknya fakta-fakta baru, keluarga korban dapat memperoleh keadilan yang sesungguhnya dan kasus ini dapat terselesaikan dengan tuntas.

Wallahu a’lam bish-shawaab. (*)