NewsOpini

Implementasi Pancasila sebagai Dasar untuk Mewujudkan Masyarakat Bebas Kekerasan Seksual

248
×

Implementasi Pancasila sebagai Dasar untuk Mewujudkan Masyarakat Bebas Kekerasan Seksual

Sebarkan artikel ini
Example 300250

Oleh: Astri Julyani Farmasi (Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang)

Pancasila adalah dasar ideologi negara Republik Indonesia yang menjadi pijakan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila berasal dari kata Sanskerta “Panca” yang berarti lima, dan “Sila” yang berarti prinsip atau asas. Pancasila terdiri dari lima prinsip fundamental yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa dan diresmikan pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Lima sila tersebut adalah: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Masing-masing sila memiliki makna yang dalam dan berfungsi sebagai pedoman untuk mencapai tujuan nasional, yaitu menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan beradab.

Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengakui keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta dan memberikan kebebasan bagi setiap warga negara untuk memeluk agama sesuai keyakinannya. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menekankan pentingnya penghargaan terhadap hak asasi manusia dan memperlakukan setiap individu dengan adil dan beradab tanpa memandang suku, agama, ras, atau golongan. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, menekankan pentingnya rasa kesatuan dan kesatuan nasional di tengah keragaman budaya dan etnis yang ada di Indonesia. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, mencerminkan sistem pemerintahan demokratis di mana keputusan diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat. Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bertujuan untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial bagi semua lapisan masyarakat. Melalui penerapan Pancasila, Indonesia berupaya membangun tatanan masyarakat yang harmonis, berkeadilan, dan berintegritas, yang mencerminkan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan aspirasi untuk mencapai kedamaian dan kesejahteraan.

Pembahasan

Pendidikan merupakan fondasi utama dalam membentuk karakter dan perilaku masyarakat yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. Dari usia dini, anak-anak harus diperkenalkan dengan prinsip-prinsip seperti kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial. Melalui kurikulum pendidikan yang dirancang dengan baik, siswa dapat diajarkan untuk menghargai hak dan martabat setiap individu tanpa memandang jenis kelamin, suku, agama, atau latar belakang sosial. Pendidikan yang berfokus pada nilai-nilai Pancasila dapat membantu mencegah kekerasan seksual dengan menanamkan kesadaran dan penghormatan terhadap integritas pribadi dan kesetaraan. Materi tentang pencegahan kekerasan seksual dan pentingnya kesetaraan gender harus menjadi bagian integral dari pelajaran pendidikan kewarganegaraan dan moral di sekolah. Selain itu, pendidikan seksualitas yang komprehensif juga harus diperkenalkan, yang tidak hanya memberikan informasi tentang aspek biologis tetapi juga tentang hubungan yang sehat, persetujuan, dan batasan pribadi. Ini semua membantu dalam membentuk generasi yang lebih sadar akan pentingnya saling menghormati dan memahami dampak buruk dari kekerasan seksual.

BACA JUGA:  Ahmad Ali Bebaskan Tanah dan Hibahkan ke Yayasan Sodakotin Jaariyyah Latif

Di luar pendidikan formal, kampanye dan program penyadaran masyarakat yang didukung oleh berbagai pihak juga sangat penting dalam membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya menolak kekerasan seksual dan mempromosikan kesetaraan gender. Pemerintah, organisasi non-pemerintah, media, dan komunitas lokal harus bekerja sama untuk menciptakan program yang efektif dalam menyebarkan pesan-pesan ini. Kampanye publik dapat mencakup berbagai media, mulai dari iklan televisi dan radio, media sosial, hingga lokakarya dan seminar yang diadakan di komunitas-komunitas lokal. Program-program seperti ini dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat dan membantu mengubah persepsi serta sikap yang mungkin mendukung atau mengabaikan kekerasan seksual. 

Selain itu, pendidikan berkelanjutan untuk orang dewasa tentang hak-hak asasi manusia dan kesetaraan gender sangat penting untuk memperkuat nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. 

Melalui pendekatan yang terpadu dan inklusif, upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam kesadaran sosial dapat membentuk masyarakat yang lebih adil dan bebas dari kekerasan seksual, di mana setiap individu merasa aman dan dihargai.

Penerapan prinsip-prinsip Pancasila dalam kebijakan publik dan hukum merupakan esensi dalam mewujudkan masyarakat yang adil, bermartabat, dan bebas dari kekerasan seksual. Kebijakan dan peraturan yang dilandaskan pada Pancasila harus fokus pada perlindungan hak-hak individu dan pemberian keadilan bagi korban kekerasan seksual. 

Misalnya, Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang disahkan pada tahun 2022 merupakan langkah penting dalam menyediakan kerangka hukum yang lebih kuat dan komprehensif untuk menangani kasus-kasus kekerasan seksual. UU TPKS tidak hanya memperjelas definisi dan ruang lingkup tindak kekerasan seksual, tetapi juga menetapkan sanksi yang lebih tegas bagi pelaku dan memperkuat mekanisme perlindungan bagi korban. 

Penerapan undang-undang ini harus dipastikan berjalan efektif melalui upaya peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, pemberian pelatihan khusus, dan penerapan prosedur yang menjamin keamanan serta kenyamanan korban dalam proses hukum. Selain itu, perlu adanya koordinasi yang baik antara lembaga penegak hukum, penyedia layanan sosial, dan komunitas untuk memastikan bahwa setiap aspek dari kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan baik dan korban mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.

BACA JUGA:  Marak Beredar, Polisi Amankan 60 Bungkus Cap Tikus di Balantak Utara

Selain kebijakan hukum, prinsip-prinsip Pancasila juga menuntut adanya partisipasi aktif masyarakat dalam proses pembuatan dan pengawasan kebijakan. Proses ini harus inklusif, mendengarkan dan memperhitungkan suara-suara dari berbagai lapisan masyarakat, terutama dari komunitas yang rentan terhadap kekerasan seksual. Pelibatan komunitas dan organisasi non-pemerintah dalam konsultasi kebijakan dapat membantu menciptakan regulasi yang lebih responsif terhadap kebutuhan korban dan lebih adaptif terhadap perubahan sosial. Partisipasi ini juga penting dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan kebijakan yang ada, serta dalam menghilangkan stigma dan ketakutan yang sering kali menyelimuti korban kekerasan seksual. Pemerintah juga harus aktif mengedukasi masyarakat tentang hak-hak mereka dan tentang mekanisme hukum yang tersedia untuk melaporkan kekerasan seksual. 

Dengan memastikan bahwa kebijakan publik dan hukum sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, Indonesia dapat membangun sistem yang adil dan efektif dalam menangani kekerasan seksual, serta menciptakan lingkungan yang menghormati dan melindungi hak asasi manusia bagi semua warga negara.

Untuk mencapai masyarakat yang bebas dari kekerasan seksual, penting untuk melakukan penguatan secara menyeluruh terhadap lembaga-lembaga yang bertanggung jawab dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Salah satu langkah krusial adalah meningkatkan kapasitas lembaga penegak hukum, seperti kepolisian dan sistem pengadilan, agar dapat menangani kasus-kasus kekerasan seksual dengan tingkat sensitivitas dan profesionalisme yang tinggi. 

Hal ini meliputi pelatihan yang intensif untuk meningkatkan pemahaman tentang masalah kekerasan seksual, teknik interogasi yang tepat, serta pendekatan yang empatik terhadap korban. Lembaga penegak hukum juga perlu diberdayakan dengan sumber daya yang memadai, termasuk peralatan forensik dan teknologi yang mendukung proses penyelidikan dan penuntutan kasus kekerasan seksual.

Selain penguatan lembaga penegak hukum, infrastruktur pendukung seperti pusat krisis, layanan kesehatan, dan konseling juga harus dikembangkan dan diakses dengan mudah oleh korban kekerasan seksual. Pusat krisis ini memberikan perlindungan sementara dan dukungan psikologis awal bagi korban setelah mereka mengalami kekerasan seksual. 

BACA JUGA:  Lagi, 4 Dosen Yayasan Pendidikan Nurmal Luwuk Lulus Sertifikasi Pendidik Internasional MCE

Layanan kesehatan yang sensitif terhadap gender diperlukan untuk menangani cedera fisik yang mungkin dialami korban, serta untuk memberikan perawatan medis yang holistik dan mendukung proses penyembuhan mereka. Selain itu, layanan konseling jangka panjang sangat penting dalam membantu korban mengatasi trauma psikologis yang kompleks akibat kekerasan seksual. Infrastruktur ini harus dirancang agar dapat memberikan layanan yang inklusif dan aman bagi semua individu, tanpa memandang status sosial atau ekonomi mereka.

Pancasila sebagai dasar negara menegaskan pentingnya memberikan perlindungan dan layanan yang adil bagi seluruh warga negara, termasuk korban kekerasan seksual. Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam memperkuat lembaga-lembaga penanganan kekerasan seksual tidak hanya mengamankan hak-hak korban, tetapi juga mengukuhkan komitmen negara untuk menciptakan masyarakat yang menghormati martabat dan kesetaraan setiap individu. Dengan demikian, langkah-langkah penguatan ini bukan hanya mendukung proses penyelidikan dan penuntutan yang lebih efektif terhadap pelaku kekerasan seksual, tetapi juga mengembangkan sistem yang responsif dan mendukung bagi korban dalam upaya mereka untuk pulih dan mendapatkan keadilan yang layak.

Implementasi Pancasila sebagai dasar untuk menciptakan masyarakat bebas dari kekerasan seksual membutuhkan komitmen yang kuat dari semua elemen masyarakat Indonesia. Pancasila, sebagai falsafah negara, menawarkan landasan moral yang kuat untuk mempromosikan kemanusiaan, keadilan sosial, dan kesetaraan gender. Untuk mewujudkan visi ini, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret dalam merumuskan kebijakan yang melindungi hak-hak individu dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Hal ini meliputi penguatan sistem hukum yang memastikan adanya penegakan hukum yang adil dan efektif terhadap pelaku kekerasan seksual, serta memberikan perlindungan yang memadai bagi korban.

Selain itu, pendidikan menjadi kunci dalam mengubah paradigma dan perilaku masyarakat terkait dengan isu kekerasan seksual. Kurikulum pendidikan harus mencakup materi yang tidak hanya mengajarkan nilai-nilai Pancasila, tetapi juga membangun kesadaran tentang pentingnya menghormati hak-hak individu dan menghindari perilaku yang merugikan. 

Program pendidikan seksual yang komprehensif dan inklusif juga harus diperkenalkan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang persetujuan, batasan pribadi, dan cara mengidentifikasi serta melaporkan kekerasan seksual. Selain itu, partisipasi aktif masyarakat, termasuk organisasi non-pemerintah dan sektor swasta, dalam mendukung program-program pencegahan dan rehabilitasi bagi korban juga sangat diperlukan. (*)