NewsOpini

Pancasila Sebagai Pedoman Dalam Anti Kekerasan Seksual

120
×

Pancasila Sebagai Pedoman Dalam Anti Kekerasan Seksual

Sebarkan artikel ini
Example 300250

Oleh: Meutya Salsa Nova (Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang)

Kekerasan seksual merupakan setiap tindakan berupa verbal,  fisik, non fisik atau melalui teknologi informasi dan komunikasi yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang dapat mengakibatkan penderitaan dan kerugian secara psikis, fisik, seksual pada seseorang dan kehilangan kesempatan seseorang untuk dapat melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal. Kekerasan seksual dapat berupa perilaku, ucapan dan tindakan seksual yang dilakukan tanpa persetujuan korban. 

Kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa saja. Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 yang diundangkan tangga 3 september 2021 untuk menjamin kepastian hukum bagi perguruan tinggi dalam melindungi segenap sivitas akademika dan warga kampusnya dan meningkatkan kualitas pelaksanaan tridarma perguruan tinggi. Peraturan mentri ini dibuat tidak hanya sebagai pedoman bagi kampus  untuk menyusun kebijakan dan mengambil tindakan pencegahan dan penanganna kekerasan seksual namun juga disusun untuk menumbuhkan kehidupan yang manusiawi , bermartabat, setara, inklusif, kolaboratif serta tanpa kekerasan diantara mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan dan warga kampus lainnya. 

Permendikbudristek menjelaskan setidaknya 20 bentuk kekerasan seksual sebagai berikut: 

Pertama, menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan atau identitas gender korban. Kedua memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban. 

Ketiga, menyampaikan ucapan yang memuat rayuan lelucon dan atau siulan yang bernuansa seksual pada korban. Keempat, menatap korban dengan nuansa seksual yang membuat korban merasa tidak nyaman. Kelima, mengirimkan pesan, lelucon, gambar (foto), audio yang bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang oleh korban. Keenam, merekam, mengambil foto, atau mengedarkan foto dan menyebarkan video visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban. Ketujuh, mengunggah foto tubuh atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban. 

BACA JUGA:  Ahmad Ali Bebaskan Tanah dan Hibahkan ke Yayasan Sodakotin Jaariyyah Latif

Kedelapan, menyebarkan informasi terkait tubuh atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban. Kesembilan, mengintip atau sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan pribadi pada ruang yang bersifat pribadi. Kesepuluh membujuk, menjanjikan, menawarkan, memaksa atau mengancam korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui korban. Kesebelas, memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual. Keduabelas, menyentuh, meraba, mencium atau kontak fisik yang membuat korban tidak nyaman dan tanpa persetujuan korban. Ketigabelas, membuka pakaian korban. Keempatbelas, memaksa korban melakukan transaksi atau kegiatan seksual. Kelimabelas, mempraktikkan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan yang bernuansa kekerasan seksual. Keenambelas, percobaan perkosaan namun penetrasi tidak terjadi. Ketujuhbelas, melakukan perkosaan dengan menggunakan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin. Kedelapan belas, memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi. Kesembilanbelas , memaksa atau memperdayai korban untuk hamil. Keduapuluh, membiarkan terjadinya kekerasan seksual dengan sengaja. 

Jika kita lihat sekarang ini semua bentuk kekerasaan seksual ini semua sudah terjadi terutama dikalangan anak muda bahkan usia dini pun sudah terjadi kekerasan seksual. Kekerasan seksual ini juga sudah sering terjadi dikalangan masyarakat karena lemahnya pengawasan internal dan eksternal. Dan dengan adanya teknologi yang semakin berkembang sekarang ini  merupakan salah satu transaksi atau faktor yang mendukung terjadinya kekerasan seksual. Maka dari itu sangat diperlukan pemberian pendidikan anti kekerasan seksual sejak dini, salah satu pendidikannya adalah melalui nilai-nilai pancasila yang dapat mengedepankan keadilan, kesejahteraan, hak asasi manusia, serta martabat seseorang.

Pancasila merupakan landasan negara dan pedoman hidup masyarakat Indonesia, sehingga nilai-nilai yang dikandungnya dapat hidup dalam masyarakat.

BACA JUGA:  Marak Beredar, Polisi Amankan 60 Bungkus Cap Tikus di Balantak Utara

 Prinsip-prinsip Pancasila dalam konteks anti kekerasan atau pelecehan seksual antara lain: 

1.  Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila pertama Pancasila mengajarkan bahwa bangsa Indonesia beriman dan bertawaka kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini merujuk pada kebebasan beragama dan penghormatan terhadap keberagaman agama di Indonesia. Dalam konteks kekerasan atau pelecehan seksual, nilai ini memandang manusia sebagai ciptaan Tuhan dan mengajarkan pentingnya menghormati dan melindungi harkat dan martabat setiap individu. Dengan nilai tersebut, diharapkan masyarakat akan saling menghormati dan tidak berperilaku yang melanggar hak dan batasan seksual individu, serta  setiap individu mempunyai hak untuk hidup bebas dari pelecehan seksual.

 2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab 

Sila kedua Pancasila menekankan bahwa semua manusia mempunyai hak yang sama dan martabat yang sama di hadapan hukum. Dalam konteks pelecehan seksual, nilai ini mengajarkan pentingnya menghormati dan melindungi hak asasi setiap individu, termasuk hak atas rasa aman, kebebasan, dan keintiman. Nilai ini berarti menolak segala bentuk kekerasan atau pelecehan seksual dan menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kesopanan dalam hubungan antarmanusia.

3. Persatuan Indonesia

Sila Ketiga Pancasila Indonesia Bersatu mengajak masyarakat Indonesia untuk mengutamakan  persatuan, solidaritas, dan kepentingan bangsa di atas kepentingan individu dan kolektif. Dalam konteks kekerasan atau pelecehan seksual, nilai ini mengajarkan pentingnya meningkatkan kesadaran untuk melawan kekerasan atau pelecehan seksual dengan bekerja sama  menciptakan lingkungan yang aman. Bersatu untuk mengatasi pelecehan seksual memerlukan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat, baik keluarga, lembaga pendidikan, pemerintah, maupun organisasi masyarakat.

 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan  dalam permusyawaratan perwakilan

BACA JUGA:  Ayo Ramaikan Berlangsung 4 Hari, Banggai Government Expo 2024 Resmi Dibuka

Sila keempat Pancasila menghimbau masyarakat Indonesia untuk mengamalkan demokrasi secara kehati-hatian melalui permusyawaratan dan perwakilan. Dalam konteks pelecehan seksual, nilai ini mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan kebijakan dan  upaya penanggulangan pelecehan seksual. Lebih lanjut, nilai-nilai tersebut juga menekankan pentingnya menjunjung tinggi persamaan hak dan memastikan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia 

Sila kelima Pancasila menekankan pentingnya mencapai keadilan bagi masyarakat. Dalam konteks kekerasan atau pelecehan seksual, nilai ini mengajarkan bahwa semua orang, tanpa memandang status sosial, jenis kelamin, atau latar belakang lainnya, mempunyai hak yang sama untuk hidup dalam lingkungan yang aman dan bebas dari pelecehan seksual. Keadilan sosial juga berarti menjamin perlindungan hukum yang seadil-adilnya dan menghilangkan prasangka dan diskriminasi terhadap korban.

  Dilihat dari prinsip-prinsip diatas ini kita dapat membantu mengurangi tindakan kekekerasan atau pelecehan seksual ini dengan menekankan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Tidak dilihat dari umur kita, bahkan dari dini saja sudah harus ditanamkan pendidikan anti kekerasan seksual, dan untuk orang dewasa atau orang tua ini juga salah satu penyebab kekerasan seksual ini ada, maka diperlukan juga pendidikan ini dilakukan dilingkungan masyarakat sebagai tindakan mengurangi kekerasan seksual dan atau menanamkan nilai-nilai pancasila sebagai pedoman hidup dalam anti kekerasan seksual yang nantinya dapat mengawasi atau yang dapat memberikan pendidikan ini kepada anak-anaknya supaya negara ini maju dengan generasi yang baik dengan anak-anak yang berbakat bukan anak-anak yang melakukan kekerasan seksual yang dapat memberikan kerugian, dampak negatif dan yang dapat merusak generasi muda. (*)