Banggaikece.id — Setelah menempuh perjalanan laut yang panjang menggunakan kapal kayu, rombongan adat Batui dari Kabupaten Banggai akhirnya tiba di Kota Banggai, Kabupaten Banggai Laut (Balut), Kamis (4/12/2025).
Kedatangan mereka bukan sekadar prosesi adat biasa—momen ini menjadi sejarah baru setelah 15 tahun Malabot Tumbe tidak dihadiri langsung oleh Tomundo Banggai.
Di halaman Keraton Banggai, suasana tampak sakral dan penuh haru. Rombongan pembawa telur Maleo—simbol suci persaudaraan Batui dan Banggai—disambut langsung oleh Tomundo (Raja) Banggai Moh. Fiqram Ramadhan, didampingi Permaisuri. Kehadiran keduanya menjadi penanda kebangkitan kembali wibawa adat Banggai.

Tomundo dan Permaisuri baru saja dikukuhkan oleh Basalo Sangkap sehari sebelumnya, Rabu (3/12/2025), dalam upacara adat di Keraton Banggai, Balut.
Pengukuhan itu menjadi momentum penting, sebab untuk pertama kalinya dalam 15 tahun, Malabot Tumbe kembali dihadiri pemimpin adat tertinggi Banggai.
Dalam sambutannya, Tomundo menyampaikan bahwa kehadirannya bukan semata menjalankan tradisi, tetapi memenuhi janji leluhur dan sumpah adat yang pernah diikrarkan pada 29 Januari 2010, ketika ayahandanya—almarhum Tomundo sebelumnya—menghadiri prosesi yang sama sebelum wafat.

“Kehadiran saya yang pertama kali ini membawa tujuan yang sama seperti para leluhur. Tidak ada yang berubah. Kita akan terus berpegang teguh menjalankan adat istiadat Banggai dengan sebenar-benarnya, sesuai aturan adat yang berlaku,” ucap Tomundo di hadapan para tetua adat dan para tamu yang memenuhi keraton.
Menutup sambutannya, Tomundo mengungkapkan rasa terima kasih kepada para Basalo Sangkap yang telah mengukuhkannya sebagai Tomundo Banggai.

Ia berjanji akan memimpin adat Banggai menuju masa depan yang lebih baik, tetap berdiri pada nilai-nilai warisan leluhur.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Balut H. Ruslan Tolani yang membacakan sambutan tertulis Bupati menegaskan bahwa Malabot Tumbe adalah tradisi sakral yang harus diketahui dan diteladani masyarakat, khususnya warga Banggai.
“Tumbe itu berarti yang pertama. Dengan terlaksananya kegiatan ini, berarti masyarakat Batui dan Banggai masih memegang teguh amanah Batomundoan Banggai,” kata Sekda Ruslan.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengajak seluruh masyarakat agar bersama menjaga burung Maleo—satwa endemik yang menjadi simbol Malabot Tumbe—beserta habitatnya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya merawat hubungan kekeluargaan antara masyarakat di tiga kabupaten Banggai Bersaudara.
“Hubungan kekeluargaan ini harus terus dijaga dan semakin dieratkan,” tegasnya.
Malabot Tumbe tahun ini bukan hanya prosesi adat tahunan, tetapi menjadi momentum kebangkitan nilai-nilai persaudaraan yang selama puluhan tahun mengikat Batui dan Banggai. Kehadiran Tomundo setelah 15 tahun menjadi isyarat bahwa adat Banggai kembali berdiri tegak dalam marwah yang sesungguhnya. (*)
Penulis: Aswan Basir




