BeritaNasionalNews

Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Jadi Usaha Alternatif Menjanjikan di Pulau Tanjung Kiaok Sumenep

450
×

Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Jadi Usaha Alternatif Menjanjikan di Pulau Tanjung Kiaok Sumenep

Sebarkan artikel ini

Banggaikece.id- Sumenep – Masyarakat Desa Tanjung Kiaok, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, kini menaruh harapan besar pada budidaya rumput laut sebagai usaha alternatif yang menjanjikan. Terletak di gugusan kepulauan dengan potensi laut melimpah, desa ini mulai menunjukkan geliat ekonomi baru berkat pengembangan komoditas laut bernilai tinggi.

Jenis rumput laut yang dibudidayakan di kawasan ini adalah Kappaphycus alvarezii, salah satu jenis rumput laut penghasil karaginan yang banyak dibutuhkan industri makanan, kosmetik, dan farmasi. Budidaya dilakukan menggunakan metode longline, yaitu dengan merentangkan tali sepanjang 25 meter di atas permukaan laut, di mana bibit rumput laut diikat secara berkala.

Menurut Mujalli, salah satu pembudidaya setempat, metode ini tidak hanya efisien dari segi biaya, tetapi juga cocok dengan karakteristik perairan di sekitar Tanjung Kiaok. 

BACA JUGA:  Bencana Sumatra: Bukti Nyata Bahaya Perusakan Alam dalam Sistem Kapitalisme

Dalam satu siklus budidaya yang hanya memerlukan waktu sekitar 30 hari, mereka bisa menghasilkan hingga satu ton rumput laut dari lima bentangan tali.

“Harga jual rumput laut basah saat ini sekitar Rp 2.000 per kilogram, sedangkan dalam bentuk kering bisa mencapai Rp 13.000 hingga Rp 15.000,” ujar Mujalli.

Yang menarik, proses budidaya ini melibatkan peran aktif ibu-ibu desa. Mereka bertanggung jawab atas proses pengikatan bibit pada tali, yang merupakan tahap awal penting dalam budidaya. Untuk setiap tali sepanjang 25 meter, mereka mendapatkan upah sebesar Rp 7.000. 

BACA JUGA:  Bupati Balut Sofyan Kaepa Tinjau Persiapan Sekolah Rintisan SR

Selain membantu meringankan beban tenaga kerja laki-laki, keterlibatan perempuan ini juga berdampak positif terhadap kualitas bibit, karena dilakukan secara hati-hati untuk menghindari stres pada tanaman.

Namun demikian, budidaya rumput laut ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu masalah yang kerap muncul adalah serangan penyakit ice-ice, yang menyebabkan jaringan rumput laut rusak dan pertumbuhannya terhambat.

“Pola serangan ice-ice di Tanjung Kiaok hampir serupa dengan yang terjadi di perairan Sulawesi. Penanganannya membutuhkan strategi khusus, termasuk pemilihan lokasi budidaya yang tepat dan peremajaan bibit secara rutin,” jelas Dr. Samsu Adi Rahman, peneliti kelautan yang sempat berdialog langsung dengan para pembudidaya di lapangan.

BACA JUGA:  Polisi Sita Puluhan Botol Cap Tikus dari Kios Sembako di Tanjungsari

Saat ini, sebagian besar petani masih mengandalkan bibit hasil budidaya sebelumnya, yang umumnya sudah tua dan lebih rentan terhadap penyakit. 

Oleh karena itu, masyarakat sangat berharap adanya dukungan berupa penyediaan bibit unggul, termasuk bibit hasil kultur jaringan yang bebas patogen. Pendirian kebun bibit lokal juga dinilai mendesak untuk menjamin kesinambungan produksi dan kualitas.

Budidaya rumput laut di Tanjung Kiaok kini bukan hanya menjadi sumber penghasilan tambahan, tetapi juga simbol kemandirian dan semangat gotong royong masyarakat pesisir. 

Dengan dukungan teknologi, pembinaan berkelanjutan, serta kebijakan yang berpihak kepada masyarakat kepulauan, usaha ini berpotensi menjadi tulang punggung ekonomi maritim di kawasan timur Jawa. (*)