Banggaikece.id – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar Pelatihan Relawan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) pada Sabtu, 29 November 2025.
Kegiatan yang dipusatkan di Balai Pertemuan Desa Tirta Kencana, Kecamatan Toili, Kabupaten Banggai ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA).
Program ini merupakan inisiatif Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk mengintegrasikan perspektif gender serta hak anak ke dalam tata kelola pemerintahan desa dan pembangunan desa secara terencana.
Pelatihan menghadirkan pemateri dari Provinsi Sulteng, yakni Diana Palattao, S.Sos., M.Si., Kabid Pemenuhan dan Perlindungan Anak; Dra. Sukarti, M.Si., Fasilitator Relawan SAPA; Anggota DPRD Sulteng, Maryam Tamoreka, S.Kom.; serta Kepala Dinas P2KBP3A Banggai, Faisal Karim, S.Sos., M.Si., yang turut menjadi salah satu narasumber.
Peserta pelatihan berasal dari tiga desa di Toili: Tirta Kencana, Cendana Pura, dan Rusa Kencana. Hadir pula Relawan SAPA, Penyuluh KB, Sekcam Toili, para kepala desa, imam desa, tokoh pemuda, serta tokoh perempuan.
Sebagai narasumber, Kadis P2KBP3A Banggai Faisal Karim membawakan materi bertema Kelurahan/Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak.
Ia memaparkan data kependudukan Kabupaten Banggai tahun 2024, yakni 377.804 jiwa, terdiri dari 159.936 perempuan dan 164.255 anak, atau masing-masing 42% dan 43% dari total penduduk.

Ia menegaskan pentingnya partisipasi setara antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan, serta kualitas anak sebagai penentu kemajuan bangsa dan daya saing Indonesia di masa depan.
Konsep DRPPA adalah upaya mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak dalam tata kelola pemerintahan desa, pembangunan desa, serta pemberdayaan masyarakat secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Tujuannya adalah memberikan rasa aman, nyaman, bebas dari kekerasan dan diskriminasi, serta menyediakan sarana prasarana publik yang ramah perempuan, anak, dan kelompok rentan seperti lansia, disabilitas, ibu hamil, dan ibu menyusui.
Beberapa indikator utama DRPPA meliputi pertama adanya pengorganisasian perempuan dan anak di desa. Desa memiliki data pilah terkait perempuan dan anak. Tersedianya Peraturan Desa tentang DRPPA. Adanya pembiayaan dari keuangan desa untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Meningkatnya keterwakilan perempuan dalam struktur desa, BPD, maupun lembaga adat.
Meningkatnya jumlah perempuan wirausaha, terutama perempuan kepala keluarga, penyintas bencana, dan penyintas kekerasan.
Tidak adanya kekerasan terhadap perempuan dan anak (KTPA) serta korban perdagangan orang (TPPO).
Semua anak mendapatkan pengasuhan berbasis hak anak. Tidak ada pekerja anak. Tidak ada perkawinan anak di bawah usia 19 tahun.
Dalam implementasinya, pemerintah pusat dan daerah memiliki hubungan kerja vertikal yang saling mendukung. Perencanaan nasional menjadi acuan bagi daerah hingga tingkat desa.

Desa didorong melakukan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan berperspektif gender. Penciptaan lingkungan ramah tumbuh kembang anak.
Upaya penghentian kekerasan perempuan dan anak. Solusi pengurangan pekerja anak.
Upaya pencegahan perkawinan anak.
Tata kelola DRPPA mencakup aspek kebijakan, perencanaan pembangunan, organisasi, pembiayaan, sistem informasi, hingga penggerakan masyarakat.
Kelembagaan DRPPA melibatkan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kabupaten, kelurahan/desa, serta pendamping dan masyarakat.
Output dari pelaksanaan DRPPA mencakup meningkatnya partisipasi perempuan dan anak dalam pembangunan, meningkatnya wirausaha perempuan, keterwakilan perempuan di struktur desa, hingga adanya langkah-langkah khusus penghentian kekerasan dan perkawinan anak.
Peran Kabupaten antara lain: Membangun dukungan politis. Mempersiapkan fasilitator daerah dan kader SAPA. Menyusun rencana pendampingan DRPPA. Mengintegrasikan program ke dokumen perencanaan. Mendorong replikasi DRPPA di desa lain.
Peran Pemerintah Desa meliputi yakni Pembentukan tim DRPPA. Pengumpulan data perempuan dan anak. Sosialisasi dan pemetaan awal. Integrasi isu perempuan dan anak ke RPJMDes/RKPDes/APBDes. Penguatan layanan pengasuhan, perlindungan, dan kampanye anti kekerasan.
Monitoring dan evaluasi kegiatan.
Implementasi DRPPA sangat bergantung pada modal sosial masyarakat desa. Melalui pengorganisasian Relawan SAPA, masyarakat didorong untuk saling bekerja sama menciptakan desa yang aman, inklusif, serta peduli terhadap pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Pelatihan ini diharapkan menjadi langkah awal memperkuat kapasitas desa-desa di Toili dalam mewujudkan lingkungan yang lebih aman, responsif, dan berpihak pada perempuan dan anak. (*)




