BeritaNews

Pius Degei: Penambangan di Wilayah Ekadide Topiyai Harus Hormati Hak Ulayat dan Lingkungan

1244
×

Pius Degei: Penambangan di Wilayah Ekadide Topiyai Harus Hormati Hak Ulayat dan Lingkungan

Sebarkan artikel ini

Banggaikece.id- Topiyai, Paniai – Papua Tengah – Penolakan terhadap aktivitas penambangan emas di wilayah Ekadide, Topiyai, terus disuarakan oleh masyarakat adat. Kekhawatiran utama warga adalah kerusakan lingkungan, pelanggaran terhadap hak ulayat, serta dampak sosial ekonomi yang dapat merugikan generasi penerus.

Pemuda asal Ekadide Topiyai, Pius Degei, menegaskan bahwa masyarakat dengan tegas menolak keberadaan perusahaan tambang yang beroperasi tanpa izin dan tanpa melibatkan masyarakat adat setempat. Penegasan ini disampaikan dalam aksi penolakan warga yang berlangsung di Emawapaa Bedeipugaida, Ekadide–Topiyai, pada Minggu (02/10/2025).

“Masalah izin tambang yang tidak transparan dan tidak melibatkan masyarakat lokal menjadi alasan utama penolakan kami. Tambang-tambang ilegal itu telah merusak hutan dan mencemari aliran sungai seperti Kali Ekaa dan sungai-sungai lain di sekitar wilayah kami,” tegas Degei.

BACA JUGA:  Rekonstruksi Pengaman Pasang Surut Desa Kombutokan Rampung 100 Persen
BACA JUGA:  Minggu ke-17, Progres Pembangunan Pengaman Pasang Surut Desa Bakalinga Capai 70 Persen

Ia menambahkan, penambangan emas, terutama yang bersifat ilegal, berpotensi menimbulkan kerusakan hutan, tanah longsor, erosi, sedimentasi, serta pencemaran air yang berpengaruh langsung terhadap ekosistem dan kualitas hidup masyarakat.

Lebih lanjut, Degei mengungkapkan bahwa masyarakat adat Ekadide Topiyai sering kali menolak proyek tambang karena izin diberikan tanpa persetujuan mereka. Kondisi ini dapat menyebabkan hilangnya lahan kebun, situs sakral, hingga pemakaman leluhur.

BACA JUGA:  Sekda Banggai Buka Workshop PJPK 2025, Tegaskan Penduduk sebagai Aset Utama Pembangunan Daerah

“Masyarakat adat memperjuangkan hak atas tanah leluhur demi menjaga identitas dan budaya kami. Namun, sering kali warga yang kritis terhadap aktivitas tambang justru dikriminalisasi, sementara proses perizinan tidak berjalan transparan,” tutup Degei. (*)

Sumber: Pius Degei

Editor: Jeri P. Degei