BeritaNewsUmum

Seribu Lilin dari Banggai untuk Affan: Alarm Bagi Penguasa dan Polri

795
×

Seribu Lilin dari Banggai untuk Affan: Alarm Bagi Penguasa dan Polri

Sebarkan artikel ini

Banggaikece.id Malam itu, Jumat (29/8/2025), Tugu Adipura di Kota Luwuk dipenuhi cahaya redup dari lilin yang menyala satu per satu. Dari kejauhan, cahaya itu seperti lautan kecil yang menyampaikan duka mendalam. 

Seribu lilin dinyalakan sebagai bentuk solidaritas masyarakat Banggai untuk mengenang Affan Kurniawan—pemuda yang menjadi korban keganasan mobil rantis Barracuda milik Brimob Polri.

Di tengah kerumunan, suara puisi dan musikalisasi syair menggema. Doa-doa terucap lirih, diselingi orasi penuh emosi dari mahasiswa, driver ojek online, hingga warga biasa. Semua larut dalam suasana duka sekaligus kemarahan.

BACA JUGA:  Derby Kintom Tersaji di Babak Final Turnamen Sepakbola Demokrat Cup 2025

“Innalillahi wainnailaihi rojiun. Rakyat miskin telah ditindas dan digilas,” ucap Rahma, salah seorang penyair yang membacakan puisinya malam itu. Bait yang ia lantunkan menembus kesunyian, menambah beban perasaan para peserta aksi.

Affan Kurniawan, namanya kini terpatri sebagai simbol perlawanan. Ia tewas tragis saat aparat kepolisian melakukan penanganan aksi demonstrasi menolak kebijakan DPR RI. Tubuhnya digilas kendaraan taktis, meninggalkan luka mendalam bagi keluarga, kawan, dan rakyat yang memperjuangkan suara mereka.

BACA JUGA:  Polisi Sita Puluhan Botol Cap Tikus dari Kios Sembako di Tanjungsari

Rifat Hakim, koordinator aksi, menegaskan bahwa seribu lilin yang dinyalakan malam itu bukan sekadar ritual belasungkawa. “Seribu lilin untuk duka mendalam bagi Affan, korban keganasan kepolisian,” ucapnya lantang.

Lagu “Gugur Bunga” pun dikumandangkan, mengiringi tangis dan keheningan. Setiap nada menjadi pengingat bahwa ada nyawa rakyat yang hilang di tangan aparat.

Rifat yang juga mantan Ketua DPC GMNI Luwuk Banggai menyebut, aksi ini harus dipahami sebagai tanda bahaya. 

BACA JUGA:  Imigrasi Banggai Perkuat Layanan Informasi Melalui WHAPI

“Ini adalah alarm bagi penguasa dan Polri ketika rakyat bersatu. Rakyat tidak bisa dikalahkan dengan kekerasan dan kesewenang-wenangan,” tegasnya.

Malam itu, Banggai tidak hanya berduka. Banggai juga bersuara. Dari cahaya lilin, dari bait puisi, dari orasi mahasiswa dan rakyat kecil—semuanya menyatu dalam pesan yang sama: bahwa perlawanan rakyat tidak akan padam, meski satu nyawa telah direnggut. (*)

Penulis: Sugianto Adjadar