NewsOpini

Kenaikan PPN 12%: Kebijakan yang Perlu Ditimbang Matang

85
×

Kenaikan PPN 12%: Kebijakan yang Perlu Ditimbang Matang

Sebarkan artikel ini

Oleh: Ikram Nani

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% telah menjadi perbincangan hangat dan menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Kebijakan ini diambil oleh pemerintah dengan alasan memperkuat anggaran negara, mengurangi utang, serta mendukung pembangunan infrastruktur. Namun, banyak masyarakat menilai langkah ini justru dapat menjadi beban, terutama bagi kelompok menengah ke bawah yang lebih rentan terhadap kenaikan harga barang dan jasa.

Dampak Kenaikan PPN

Kenaikan PPN tentu membawa implikasi langsung pada aktivitas ekonomi. Harga barang dan jasa yang meningkat menjadi salah satu konsekuensi yang tidak terhindarkan. Hal ini tidak hanya membebani masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi juga memengaruhi sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Penurunan daya beli masyarakat dapat berdampak pada penurunan omset UMKM, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional.

BACA JUGA:  Kasus Pembunuhan Ibu Rumah Tangga di Balantak Utara Ditahap Duakan 

Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, pengeluaran sehari-hari untuk kebutuhan pokok akan terasa lebih berat. Sementara itu, kelompok UMKM, yang bergantung pada stabilitas daya beli konsumen, akan menghadapi tantangan besar untuk bertahan. Dalam situasi ini, ketimpangan ekonomi dapat semakin melebar, bertentangan dengan semangat keadilan sosial yang seharusnya menjadi tujuan kebijakan fiskal.

Transparansi dan Kepercayaan Publik

Salah satu poin krusial yang perlu diperhatikan adalah transparansi penggunaan dana hasil pajak. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam mengelola pajak masih menjadi tantangan besar. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan dana pajak telah merusak kepercayaan publik. Oleh karena itu, langkah pemerintah untuk menaikkan PPN harus dibarengi dengan komitmen transparansi dan akuntabilitas yang kuat.

Masyarakat perlu mendapatkan laporan yang jelas mengenai alokasi dan penggunaan pajak. Jika transparansi ini tidak diwujudkan, kebijakan kenaikan PPN hanya akan memperbesar kecurigaan masyarakat terhadap pemerintah, terutama dalam konteks efektivitas pengelolaan anggaran.

BACA JUGA:  Diikuti 14 Tim, Turnamen Bola Voli Piala Karang Taruna Sentral Timur Resmi Dibuka

Peran Demokrasi dan Suara Masyarakat

Sebagai negara demokrasi, kebijakan semacam ini seharusnya dibahas secara mendalam dengan melibatkan semua lapisan masyarakat. Pemerintah perlu membuka ruang dialog dengan masyarakat, termasuk mereka yang terdampak langsung, seperti kelompok berpenghasilan rendah dan pelaku UMKM. Hal ini penting agar kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi rakyat.

Masyarakat juga memiliki peran untuk terus mengawasi dan memberikan kritik konstruktif terhadap kebijakan yang diambil pemerintah. Diamnya masyarakat hanya akan membuka peluang bagi pemerintah untuk bertindak sewenang-wenang. Mahasiswa, sebagai agen perubahan, memiliki tanggung jawab moral untuk menyuarakan aspirasi rakyat.

BACA JUGA:  Gardira FC dan Halimun FC Raih Kemenangan di Babak Penyisihan Futsal Solidarity Cup for Palestina 2025

Harapan untuk Kebijakan yang Lebih Bijak

Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan kenaikan PPN ini, terutama di tengah tantangan ekonomi yang semakin kompleks. Keseimbangan antara kebutuhan negara untuk meningkatkan pendapatan dengan kemampuan rakyat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari harus menjadi prioritas.

Sebagaimana sering dikatakan, “Menarik pajak tanpa memberikan timbal balik yang nyata untuk rakyat adalah bentuk kejahatan.” Pemerintah tidak boleh memaksakan pajak yang besar jika pelayanan kepada rakyat masih jauh dari memadai.

Penulis berharap pemerintah dapat bijak dalam mengambil keputusan yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang mendengar dan memahami kebutuhan rakyatnya, bukan kebijakan yang hanya mementingkan angka di atas kertas.

Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga Islam, Universitas Muhammadiyah Malang. (*)