BeritaNews

Pius Degei: Penambangan di Wilayah Ekadide Topiyai Harus Hormati Hak Ulayat dan Lingkungan

1242
×

Pius Degei: Penambangan di Wilayah Ekadide Topiyai Harus Hormati Hak Ulayat dan Lingkungan

Sebarkan artikel ini

Banggaikece.id- Topiyai, Paniai – Papua Tengah – Penolakan terhadap aktivitas penambangan emas di wilayah Ekadide, Topiyai, terus disuarakan oleh masyarakat adat. Kekhawatiran utama warga adalah kerusakan lingkungan, pelanggaran terhadap hak ulayat, serta dampak sosial ekonomi yang dapat merugikan generasi penerus.

Pemuda asal Ekadide Topiyai, Pius Degei, menegaskan bahwa masyarakat dengan tegas menolak keberadaan perusahaan tambang yang beroperasi tanpa izin dan tanpa melibatkan masyarakat adat setempat. Penegasan ini disampaikan dalam aksi penolakan warga yang berlangsung di Emawapaa Bedeipugaida, Ekadide–Topiyai, pada Minggu (02/10/2025).

“Masalah izin tambang yang tidak transparan dan tidak melibatkan masyarakat lokal menjadi alasan utama penolakan kami. Tambang-tambang ilegal itu telah merusak hutan dan mencemari aliran sungai seperti Kali Ekaa dan sungai-sungai lain di sekitar wilayah kami,” tegas Degei.

BACA JUGA:  Dihadiri Asisten III, KPU Bangkep Gelar Pleno Rekapitulasi PDPB Triwulan IV Tahun 2025
BACA JUGA:  Imigrasi Banggai Perkuat Layanan Informasi Melalui WHAPI

Ia menambahkan, penambangan emas, terutama yang bersifat ilegal, berpotensi menimbulkan kerusakan hutan, tanah longsor, erosi, sedimentasi, serta pencemaran air yang berpengaruh langsung terhadap ekosistem dan kualitas hidup masyarakat.

Lebih lanjut, Degei mengungkapkan bahwa masyarakat adat Ekadide Topiyai sering kali menolak proyek tambang karena izin diberikan tanpa persetujuan mereka. Kondisi ini dapat menyebabkan hilangnya lahan kebun, situs sakral, hingga pemakaman leluhur.

BACA JUGA:  Bencana Sumatra: Bukti Nyata Bahaya Perusakan Alam dalam Sistem Kapitalisme

“Masyarakat adat memperjuangkan hak atas tanah leluhur demi menjaga identitas dan budaya kami. Namun, sering kali warga yang kritis terhadap aktivitas tambang justru dikriminalisasi, sementara proses perizinan tidak berjalan transparan,” tutup Degei. (*)

Sumber: Pius Degei

Editor: Jeri P. Degei