BeritaNewsOpiniUmum

Gen Z Bicara Perubahan, Potensi Besar Kebangkitan Umat

2605
×

Gen Z Bicara Perubahan, Potensi Besar Kebangkitan Umat

Sebarkan artikel ini
Suryani M. Sy. Zubair, SE

Oleh : Suryani M. Sy. Zubair, SE

Aksi demonstrasi belakangan ini semakin marak Dengan tuntutan mulai dari penurunan harga kebutuhan pokok, perbaikan akses pendidikan, penyediaan lapangan kerja layak, hingga protes terhadap korupsi dan buruknya layanan publik. 

Tekanan hidup yang kian berat membuat ribuan warga turun ke jalan, menyuarakan keluhan, ini mencerminkan cara generasi Z (Gen Z) merespons tekanan. Sementara itu di dunia maya, gaungnya semakin kuat melalui kreativitas Gen Z dalam bentuk meme, poster visual, hingga narasi digital.

Menurut psikolog anak dan remaja Anastasia Satrio, M.Psi., Psikolog. bahwa Gen Z Alih-alih melakukan tindakan destruktif, Gen Z memilih berbicara dengan cara khas mereka, yakni menggunakan media sosial, meme, poster kreatif, hingga estetika visual. Mereka berbicara tanpa harus membakar fasilitas. tulis Anastasia dalam akun instagramnya @anassatriyo pada Selasa (2/9/2025), dikutip dari Kompas.com atas seizinya.

Pendapat lain, Psikolog Universitas Indonesia, Prof. Rose Mini Agoes Salim, menyoroti fenomena meningkatnya jumlah anak di bawah umur yang ikut aksi demonstrasi. Menurutnya, meskipun demo bisa jadi ajang belajar menyampaikan pendapat, remaja rentan terprovokasi karena kontrol diri mereka belum matang. (Info Remaja, 02/09/2025)

Generasi Saat Ini

Hal ini menunjukkan bahwa demonstrasi bukan hanya ruang ekspresi, melainkan juga syarat resiko. Di balik pandangan para psikolog, ada hal mendasar yang sering terabaikan. Pengklasifikasian karakteristik generasi (Gen-Z) berdasarkan ilmu psikologi diarahkan untuk sesuai dengan mind set kapitalisme dalam menghilangkan kesadaran politik, lebih fokus pada pendekatan spesifik Gen-Z (cara mempertahankan nilai dan identitas mereka sekaligus meminimalkan eskalasi konflik).

BACA JUGA:  Persik Kintom & Dynamites FC Amankan Tiket Terakhir ke Semifinal Piala Hari Pahlawan U-17 2025

Generasi ini dilabeli kreatif, digital, cinta kebebasan, namun emosional dan haus pengakuan. Lalu diarahkan agar nyaman mengekspresikan diri dalam ranah personal dan kultural, bukan struktural dan politis. Fokusnya dibatasi pada menjaga identitas, citra, dan emosi, sambil menghindari eskalasi konflik.

Padahal, karakteristik manusia sejak awal penciptaannya memiliki naluri baqa dalam menolak kezaliman dan membutuhkan solusi yang menghilangkan kezaliman. dan menginginkan kehidupan yang adil. 

Demonstrasi bukan sekedar gaya komunikasi khas Gen Z, tetapi wujud fitrah manusia yang tidak rela ditindas. Keresahan soal harga pangan, pendidikan, lapangan kerja, hingga korupsi berakar dari dorongan untuk bebas dari kezoliman sistem.

Karena itu, analisi psikolog yang berhenti pada perilaku generasi menjadi dangkal. Menyebut demo sekedar ekspresi atau ajang belajar justru menutup fakta bahwa kapitalisme liberal adalah sumber krisis. Narasi psikologi semacam ini malah bisa melanggengkan ketidakadilan.

Tuntutan yang disuarakan masyarakat, termasuk Gen Z, semestinya tidak berhenti pada isu-isu pragmatis semata. Mereka membutuhkan solusi fundamental yang benar-benar menghilangkan akar kezoliman. 

Artinya, kesadaran politik harus dibangkitkan, bukan diredam dengan narasi psikologis. Generasi muda justru perlu diarahkan untuk memahami bahwa keresahan mereka hanya bisa terwujud melalui perubahan sistemik yang menata kembali cara negara mengelola urusan rakyat. 

BACA JUGA:  Nusantara U17 Lolos ke Final Usai Tumbangkan Smantil FC 10-5

Kacamata Islam

Jika dilihat dari kacamata Islam, Islam memandang fitrah manusia yang memiliki khasiatul-insan untuk mendapatkan pemenuhan dengan tuntunan syarak, bukan tuntunan psikologi. 

Fitroh itu mencakup naluri mempertahankan diri (baqo), kebutuhan untuk beragama (tadayyun), serta kebutuhan untuk melestarikan keturunan (naw). Ketika ketiga naluri ini dipenuhi dengan syariat, manusia tidak hanya akan bereaksi spontan terhadap tekanan, tetapi juga akan menemukan arah perjuangan yang benar untuk menghapus kezoliman. 

Islam juga memberikan mekanisme jelas dalam menghadapi penguasa yang zolim melalui muhasabah lil hukam atau mengoreksi penguasa. Mekanisme ini bukanlah hal baru, melainkan telah dipraktekan sejak zaman Rasulullah SAW. dengan cara yang argumentatif, hikmah, dan penuh hujah sebagaimana diperintahkan dalam Al-Quran :

Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantalah mereka dengan cara yang baik. (TQS An-Nahl ayat 125)

Bahkan Rasulullah SAW menegaskan keutamaan orang yang berani berdiri dihadapan penguasa zolim dengan menyampaikan kebenaran. Dalam hadis disebutkan :

Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muttalib dan juga seorang laki-laki yang berdiri dihadapan penguasa zolim lalu ia memerintahkannya kepada kebaikan dan melarangnya dari kemungkaran. Kemudian penguasa itu membunuhnya. (Hadist riwayat Al-Hakim).

Mekanisme ini menegaskan bahwa menyampaikan kritik, protes atau demonstrasi dalam Islam bukan sekedar ekspresi emosional melainkan bagian dari kewajiban syari’i untuk menolak kezoliman.

BACA JUGA:  Derby Kintom Tersaji di Babak Final Turnamen Sepakbola Demokrat Cup 2025

Generasi Dalam Islam

Lebih dari itu, sejarah Islam menunjukkan bahwa potensi pemuda sejak masa Rasulullah SAW. menempati posisi sentral dalam perubahan hakiki, yaitu perubahan yang menyelesaikan akar masalah secara menyeluruh atau tahir. 

Nama-nama seperti Ali bin Abi Talib, Mus’ab bin Umair, Usamah bin Zaid, hingga Zubair bin Awam adalah contoh nyata bagaimana generasi muda tampil sebagai garda terdepan dalam dakwah dan perjuangan. 

Mereka tidak sekedar bereaksi terhadap situasi, tetapi bergerak dalam kerangka dakwah yang jelas, dipandu oleh wahyu dan diarahkan pada perubahan sistemik menuju tegaknya Islam kafah.

Dengan kata lain, peran pemuda dalam Islam bukan dibatasi pada ekspresi kreatif atau tren digital semata, melainkan diarahkan untuk membangun kesadaran politik yang sejati yang akan mengantarkan pada perubahan sistem yang adil. 

Jika demikian, apa yang kita lihat hari ini, yakni demonstrasi di jalan dan kreativitas digital di dunia maya harus dipahami sebagai potensi besar yang perlu dituntun oleh Islam. Tanpa arahan syariat Islam, potensi itu hanya akan berhenti pada ruang ekspresi sesaat, bahkan bisa dimanipulasi oleh sistem kapitalisme untuk meredam kesadaran politik yang hakiki.

Tetapi ketika diarahkan oleh Islam, keresahan rakyat dan keberanian pemuda akan menjadi kekuatan yang menghapus kezoliman hingga ke akar-akarnya, sebagaimana pernah dibuktikan oleh generasi sahabat Rasulullah SAW dalam sejarah, hingga Islam tegak sebagai sebuah peradaban di bawah naungan khilafah Islamia. (*)