BeritaNews

Didanai DPPM Kemdiktisaintek, Dosen Unismuh Luwuk dan Unsulbar Kembangkan Nanopartikel Ulva reticulata untuk Kendalikan Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu

772
×

Didanai DPPM Kemdiktisaintek, Dosen Unismuh Luwuk dan Unsulbar Kembangkan Nanopartikel Ulva reticulata untuk Kendalikan Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu

Sebarkan artikel ini

Banggaikece.id – Dua dosen Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Luwuk berkolaborasi dengan seorang dosen Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) dalam penelitian inovatif bertajuk “Formulasi Sediaan Nanopartikel Ekstrak Ulva reticulata sebagai Agen Pengendali Penyakit Vibriosis pada Ikan Kerapu.”

Penelitian skema fundamental ini didanai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (DPPM) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) Republik Indonesia.

Ketua tim peneliti adalah Yanti Mutalib, S.Pi., M.Si, didampingi oleh Ir. Sri Sukari Agustina, M.Si sebagai anggota, keduanya dosen dari Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian dan Perikanan, Unismuh Luwuk.

Sementara itu, Dr. Darsiani, S.Pi., M.Si dari Unsulbar juga terlibat sebagai anggota peneliti merupakan dosen Fakultas Peternakan dan Perikanan, jurusan Perikanan, Prodi Akuakultur, Unsulbar.

BACA JUGA:  Tercover BPJamsostek, Ahli Waris Korban Tragedi All Swalayan Akan Dapat Santunan Rp42 Juta

Ikan kerapu merupakan komoditas unggulan budidaya laut di Indonesia dengan nilai ekonomis tinggi. Beberapa jenis kerapu yang populer dibudidayakan antara lain Kerapu Tikus, Kerapu Macan, Kerapu Sunu, dan Kerapu Lumpur.

Namun, salah satu masalah serius dalam budidaya kerapu adalah serangan penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio. Penyakit ini sangat mematikan dan dapat mengakibatkan tingkat kematian hingga 100 persen.

Selama ini, pengendalian vibriosis masih mengandalkan penggunaan antibiotik sintetik.

Sayangnya, metode tersebut menimbulkan berbagai risiko, di antaranya resistensi bakteri, pencemaran lingkungan, serta dampak negatif terhadap organisme lain yang bukan sasaran. Kondisi ini mendorong perlunya alternatif pengobatan yang lebih aman, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.

Potensi Ulva reticulata

Salah satu kandidat potensial adalah ekstrak metanol Ulva reticulata, sejenis rumput laut hijau yang diketahui memiliki senyawa antibakteri efektif melawan Vibrio secara in vitro.

BACA JUGA:  Polisi Sita Puluhan Botol Cap Tikus dari Kios Sembako di Tanjungsari

Meski demikian, penerapannya secara in vivo masih menghadapi kendala karena ekstrak ini memiliki kelarutan rendah dalam air, sulit diserap oleh tubuh ikan, serta memiliki konsistensi yang kental sehingga memperlambat penyembuhan.

Untuk menjawab tantangan tersebut, para peneliti memformulasikan ekstrak Ulva reticulata dalam bentuk nanopartikel.

Teknologi ini memberikan sejumlah keunggulan, di antaranya: Lebih mudah larut dalam air. Praktis dalam penyajian. Memiliki umur simpan lebih panjang. Lebih tahan terhadap degradasi.

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain: Ekstraksi Ulva reticulata dengan metode maserasi.

Formulasi nanopartikel menggunakan modifikasi emulsifikasi dan evaporasi pelarut untuk mendapatkan ukuran nanopartikel yang sesuai. Isolasi dan identifikasi bakteri.
Uji patogenitas bakteri. Uji tantang nanopartikel ekstrak terhadap ikan kerapu. Analisis data hasil penelitian.

BACA JUGA:  Nusantara U17 Lolos ke Final Usai Tumbangkan Smantil FC 10-5

Penelitian ini tidak hanya bertujuan menemukan formulasi efektif untuk mengendalikan penyakit vibriosis pada ikan kerapu, tetapi juga mendukung capaian Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017–2045 di bidang kemaritiman.

Penelitian ini selaras dengan konsep ekonomi biru yang berfokus pada pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan, serta sejalan dengan misi Asta Cita poin 2 tentang kemandirian bangsa dan ekonomi berkelanjutan.

Hasil penelitian diharapkan dapat memberi solusi nyata bagi para pembudidaya ikan kerapu, sekaligus memperkuat daya saing sektor perikanan Indonesia di pasar global. (*)