NewsOpini

Perilaku Pencegahan Banjir oleh Masyarakat Saat Musim Hujan: Antara Kepedulian dan Tantangan

963
×

Perilaku Pencegahan Banjir oleh Masyarakat Saat Musim Hujan: Antara Kepedulian dan Tantangan

Sebarkan artikel ini
Assoc. Prof. Dr. Bambang Dwicahya, SKM, M. Kes.,

Oleh: Assoc. Prof. Dr. Bambang Dwicahya, SKM, M. Kes (Dosen FKM Untika Luwuk)

Banjir merupakan salah satu bencana yang kerap melanda berbagai wilayah di Indonesia ketika musim hujan tiba. Penyebabnya tidak hanya faktor alam seperti tingginya curah hujan, tetapi juga perilaku manusia yang kurang peduli terhadap lingkungan. 

Oleh karena itu, pencegahan banjir seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, termasuk masyarakat. Namun, bagaimana sebenarnya perilaku pencegahan banjir yang dilakukan oleh masyarakat saat musim hujan?

Di satu sisi, tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian masyarakat telah menunjukkan kesadaran untuk mencegah banjir. Misalnya, dengan membersihkan saluran air dan selokan sebelum musim hujan, tidak membuang sampah sembarangan, serta berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan. Ada pula warga yang mulai menerapkan teknologi sederhana seperti pembuatan sumur resapan atau lubang biopori di halaman rumah mereka. 

BACA JUGA:  Persik Kintom & Dynamites FC Amankan Tiket Terakhir ke Semifinal Piala Hari Pahlawan U-17 2025

Upaya-upaya ini patut diapresiasi, karena menunjukkan bahwa masyarakat mulai memahami bahwa banjir bukan hanya masalah pemerintah, tetapi juga akibat dari perilaku manusia yang kurang ramah lingkungan.

Namun, di sisi lain, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa perilaku preventif ini belum merata. Masih banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan, terutama ke sungai atau drainase, yang akhirnya menyumbat aliran air. 

Selain itu, kebiasaan menutup lahan terbuka dengan beton atau paving block tanpa memperhatikan jalur resapan juga memperparah potensi banjir. Pola pembangunan rumah yang menutup saluran air sering kali terjadi karena minimnya pengawasan dan rendahnya kesadaran akan dampak jangka panjang. Hal ini memperlihatkan bahwa sebagian masyarakat bersikap reaktif—baru peduli ketika banjir sudah terjadi, bukan proaktif untuk mencegahnya sejak dini.

BACA JUGA:  12 Peserta Asal Banggai Ikuti Ujian Profesi Advokat Serentak PERADI

Tantangan lain adalah budaya instan dan ketergantungan masyarakat pada pemerintah. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa pencegahan banjir adalah sepenuhnya tanggung jawab pemerintah, sehingga enggan ikut berpartisipasi. Padahal, banjir adalah bencana yang terjadi karena kombinasi faktor alam, tata ruang, dan perilaku manusia. Tanpa keterlibatan aktif masyarakat, program pemerintah tidak akan berjalan maksimal.

Menurut saya, perilaku pencegahan banjir oleh masyarakat harus diperkuat melalui pendekatan yang lebih menyeluruh. Pertama, perlu ada edukasi lingkungan sejak dini, baik melalui sekolah maupun program pemberdayaan masyarakat. 

BACA JUGA:  Mahasiswa IPMANAPANDODE Sorong Raya Gelar Makan Bersama untuk Menandai Duka Tiga Malam

Kedua, penguatan peran RT dan RW dalam menggalakkan kerja bakti rutin akan sangat efektif. Ketiga, pemerintah daerah harus memberikan sanksi tegas kepada mereka yang membuang sampah sembarangan atau melakukan pembangunan yang merusak fungsi drainase. 

Terakhir, perlu diperkenalkan inovasi sederhana seperti sumur resapan, tangki air hujan, atau taman resapan yang bisa dilakukan di tingkat rumah tangga.

Kesimpulannya, pencegahan banjir bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga perubahan perilaku. Jika masyarakat lebih sadar dan proaktif, risiko banjir dapat diminimalisir meskipun curah hujan tinggi. 

Kesadaran kolektif dan tindakan nyata dari masyarakat adalah kunci untuk mengurangi bencana banjir di musim hujan. (*)