Banggaikece.id-Dalam era disrupsi digital dan transformasi sosial saat ini, keterlibatan generasi muda daerah dalam proses pembangunan tidak lagi menjadi pilihan, melainkan sebuah kebutuhan. Kabupaten Banggai, sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam dan nilai-nilai budaya lokal, memiliki potensi besar untuk berkembang, apabila pemudanya mampu mengambil peran strategis dalam berbagai sektor.
Sayangnya, realitas di lapangan masih menunjukkan bahwa partisipasi aktif pemuda dalam pembangunan daerah sering kali terhambat oleh minimnya ruang kreasi, keterbatasan akses teknologi, serta kurangnya integrasi program-program kepemudaan dalam kebijakan publik.
Dalam konteks inilah, pemuda tidak hanya dituntut untuk adaptif terhadap perubahan, tetapi juga harus mampu menjadi inovator yang menciptakan solusi berbasis lokal.
Menurut Wahyu Aditia Saputra, mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah (UNISMUH), peran pemuda Banggai sangat menentukan arah masa depan daerah.
“Pemuda Luwuk Banggai tidak boleh hanya menjadi objek pembangunan, tapi harus menjadi subjek yang mampu memimpin perubahan. Saatnya kita melihat potensi daerah sebagai modal utama untuk berkarya, bukan sebagai batas,” ujarnya saat ditemui dalam diskusi kepemudaan di Luwuk.
Pernyataan ini diperkuat oleh pendekatan akademik dalam teori komunikasi pembangunan yang menekankan pentingnya pemberdayaan lokal (local empowerment) sebagai fondasi pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka ini, pemuda bukan sekadar penerima manfaat, tetapi juga pencipta perubahan yang berbasis pada nilai-nilai sosial budaya lokal.
Pemanfaatan teknologi digital menjadi instrumen penting dalam proses ini. Anak muda Banggai memiliki peluang besar untuk menciptakan konten edukatif, mengangkat narasi budaya lokal, hingga mempromosikan potensi wisata dan ekonomi kreatif melalui media sosial. Dengan cara ini, mereka tidak hanya membangun identitas digital daerah, tetapi juga mendorong daya saing regional secara global.
Pendidikan tinggi, termasuk perguruan tinggi lokal dan komunitas akademik, juga memiliki tanggung jawab moral dan struktural untuk menyediakan ruang-ruang kolaboratif yang memperkuat peran pemuda sebagai aktor pembangunan.
Pendekatan transdisipliner antara ilmu komunikasi, sosiologi, ekonomi, dan teknologi perlu dihadirkan secara konkret dalam bentuk pelatihan, riset terapan, dan program pengabdian masyarakat yang inklusif.
Membangun Banggai dari dalam, dimulai oleh pemudanya sendiri, bukanlah sebuah utopia. Dengan semangat kolektif, keberanian untuk memimpin, serta kepekaan terhadap isu-isu lokal, maka pemuda Luwuk Banggai akan menjadi kunci transformasi menuju daerah yang berdaulat secara identitas, mandiri dalam ekonomi, dan berdaya saing dalam skala nasional maupun global. (*)




