NasionalNewsOpini

Nasionalisme Menghalangi Pembebasan Palestina

1393
×

Nasionalisme Menghalangi Pembebasan Palestina

Sebarkan artikel ini

Oleh: Lestari, S.Mat (Aktivis Muslimah)

Setelah aksi kapal Medleen yang sempat dicegat, mata dunia kini tertuju pada gerakan Global March to Gaza (GMGA) yang melibatkan puluhan aktivis dari berbagai negara. 

Berbekal semangat kemanusiaan, nurani mereka terpanggil untuk membangkitkan kepedulian umat, dengan harapan mampu membuka blokade Gaza dan menghentikan genosida yang dilakukan Israel sejak Oktober 2023. Namun, harapan itu kandas. Pemerintah Mesir justru mendeportasi sedikitnya 170 peserta aksi karena alasan administratif: tidak mengantongi izin resmi. (Sumber: arrahmah.id, 13/6/2025)

Alasan perizinan hanyalah dalih yang dibuat-buat, sebagai legitimasi untuk menghalangi upaya membela rakyat tertindas. Ini mencerminkan wajah standar ganda dunia internasional yang lebih berfungsi sebagai kotak aduan kosong, tak berdaya saat menyangkut kemaslahatan umat Islam. Mereka justru tunduk pada kepentingan Barat, yang selama ini mendukung penuh penjajahan Zionis Yahudi atas Palestina.

Tertahannya ribuan orang lintas bangsa dan etnis di perbatasan Rafah menunjukkan bahwa gerakan kemanusiaan semata tidak akan pernah menjadi solusi bagi Gaza. Sebab, penghalang terbesar bukan hanya tembok blokade Israel, melainkan tembok nasionalisme yang telah berhasil ditanamkan penjajah di negeri-negeri kaum Muslimin. Nasionalisme telah membutakan hati para penguasa dan membungkam simpati militer negara-negara Muslim—terutama Mesir dan Yordania—yang lebih rela menjadi penjaga perbatasan daripada pembela Palestina.

BACA JUGA:  Nusantara U17 Lolos ke Final Usai Tumbangkan Smantil FC 10-5

Satu peristiwa memilukan menggambarkan semuanya: Seorang perawat non-Muslim menangis di hadapan tentara Mesir, memohon untuk masuk ke Gaza demi membantu anak-anak dan ibu-ibu yang kelaparan. Namun, tak ada respons. Yang ada hanya wajah dingin dan ketidakpedulian.

Seandainya nasionalisme tidak mengikat tangan dan kaki umat ini, menghentikan genosida di Gaza sangatlah mungkin. Sayangnya, nasionalisme telah memupus nurani dan mengikat penguasa dengan perjanjian politik serta kecintaan mereka terhadap kekuasaan. Demi meraih restu Amerika dan Barat, mereka rela menutup mata terhadap penderitaan saudaranya sendiri.

Menggugat Nasionalisme, Menyerukan Persatuan Umat

Umat Islam harus menyadari dua hal penting:

Pertama, pentingnya memahami bahwa nasionalisme dan konsep negara-bangsa adalah ideologi lemah—baik secara pemikiran maupun historis. Nasionalisme menyeru kepada ikatan kesukuan dan kebangsaan, yang justru dilarang dalam Islam. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Bukan bagian dari golongan kami orang-orang yang menyeru kepada asabiah (nasionalisme/sukuisme), yang berperang karena asabiah, dan yang mati dalam keadaan asabiah.” (HR. Abu Dawud)

BACA JUGA:  Derby Kintom Tersaji di Babak Final Turnamen Sepakbola Demokrat Cup 2025

Islam justru mempersatukan manusia dalam satu ikatan akidah. Allah Swt. berfirman:

“Berpeganglah kalian kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai-berai…” (QS. Ali ‘Imran: 103)

Jika umat bersatu di bawah satu kepemimpinan Islam, maka kekuatan militer dan politik umat akan terhimpun untuk membela Palestina melalui jihad fi sabilillah. Jihad bukanlah kekerasan tanpa arah, melainkan solusi strategis sebagaimana dicontohkan oleh Umar bin Khattab dan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi dalam membebaskan Syam dari penjajah.

Bayangkan, jika hanya 1% dari lebih dari 2 miliar umat Islam menjadi tentara, maka akan ada 20 juta pasukan yang siap membela wilayah kaum Muslimin di seluruh dunia. Ini belum termasuk kekuatan geopolitik dan sumber daya alam seperti minyak bumi, yang pernah digunakan sebagai senjata embargo oleh negara-negara Arab pada 1973 dan mengguncang ekonomi Barat.

Sayangnya, hari ini banyak negara Muslim justru menolak embargo terhadap entitas Zionis, dengan dalih penyelesaian damai. Ini adalah pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina dan terhadap amanah umat.

BACA JUGA:  Persik Kintom & Dynamites FC Amankan Tiket Terakhir ke Semifinal Piala Hari Pahlawan U-17 2025

Arah Perjuangan Harus Bersifat Politik dan Global

Kedua, umat Islam juga harus menyadari bahwa perjuangan untuk membebaskan Palestina bukan semata soal kemanusiaan atau konflik agama, melainkan persoalan politik global. Palestina adalah simbol nyata kolonialisme modern yang direstui oleh Barat.

Untuk itu, dibutuhkan kekuatan politik global, yaitu satu kepemimpinan Islam (Khilafah) yang akan memimpin umat secara kolektif, menyatukan tentara, senjata, dan strategi jihad membebaskan Al-Aqsha dan seluruh tanah Palestina.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya seorang imam itu adalah perisai. Orang-orang akan berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah dan berlaku adil, maka ia akan mendapatkan pahala. Namun jika ia memerintahkan sebaliknya, maka ia pun akan menanggung dosanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Perjuangan membebaskan Palestina akan selalu terbentur selama umat ini masih terpecah dalam batas negara dan dibungkam oleh nasionalisme. Kini saatnya umat Islam bangkit, menyadari kekuatannya, dan kembali bersatu dalam ikatan akidah untuk mewujudkan kepemimpinan Islam yang sejati. Hanya dengan itu, pembebasan Palestina bukan lagi mimpi—melainkan keniscayaan. (*)