NasionalNewsOpini

Ilusi Pemberantasan Korupsi dalam Sistem Kapitalisme

1376
×

Ilusi Pemberantasan Korupsi dalam Sistem Kapitalisme

Sebarkan artikel ini

Oleh: Suryani M. Sy. Zubair, S.E (Aktivis Muslimah)

Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, dalam pidatonya di St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia pada Jumat (20/6), menyatakan bahwa Indonesia menghadapi ancaman serius berupa state capture—kolusi antara pemilik modal besar, pejabat pemerintahan, dan elite politik.

Pernyataan ini tentu relevan dengan situasi terkini. Salah satu contohnya, Kejaksaan Agung membongkar kasus korupsi besar yang melibatkan Wilmar Group, dengan penyitaan dana sebesar Rp11,8 triliun terkait izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada 2022. Kasus ini menyeret lima anak perusahaan Wilmar, yaitu PT Multimas Nabati Asahan, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia. (Beritasatu.com, 18/06/2025)

Pemberantasan yang Semu

State capture sejatinya adalah keniscayaan dalam sistem demokrasi kapitalisme sekuler yang saat ini diterapkan. Dalam sistem ini, kekuasaan tidak lagi dipandang sebagai amanah untuk mengurus urusan rakyat, tetapi sebagai alat untuk meraih kepentingan duniawi—dengan segala cara, termasuk kolusi antara penguasa dan pengusaha.

BACA JUGA:  Nusantara U17 Lolos ke Final Usai Tumbangkan Smantil FC 10-5

Demokrasi juga meniscayakan praktik politik transaksional. Untuk memenangkan kontestasi kekuasaan, para calon penguasa memerlukan dana besar dan pada akhirnya bergantung pada sokongan para pemilik modal. Sebagai imbal balik, para pengusaha menuntut kebijakan atau proyek yang menguntungkan. Akibatnya, arah kebijakan negara lebih condong pada kepentingan pemilik modal dibanding kepentingan rakyat.

Pemberantasan korupsi dalam sistem kapitalisme demokrasi pun tampak dilakukan setengah hati. Meski berbagai lembaga antikorupsi telah dibentuk dan regulasi telah dibuat, praktik korupsi terus marak. Bahkan sering kali pelakunya adalah elite politik atau tokoh ekonomi yang lolos dari jerat hukum atau hanya menerima sanksi ringan, tanpa efek jera yang berarti.

Semua ini menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi lebih bersifat formalitas politik ketimbang komitmen serius untuk membangun pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Akar persoalannya adalah sistem kapitalisme yang menyingkirkan peran agama dalam kehidupan. Aturan yang berlaku disusun berdasarkan asas manfaat dan kepentingan kelompok tertentu, bukan berdasarkan nilai benar dan salah menurut syariat Islam. Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan lebih memihak elite dan menyingkirkan kepentingan rakyat.

BACA JUGA:  Tim Tuan Rumah GMC Gori-gori dan Pamsi Sinorang Raih Kemenangan di Penyisihan Grup

Islam Memiliki Solusi Menyeluruh

Satu-satunya sistem yang mampu memberikan solusi menyeluruh terhadap persoalan korupsi adalah Islam. Dalam Islam, akidah menjadi asas dalam kehidupan individu maupun negara. Akidah ini bukan hanya keyakinan, tapi juga sumber hukum dan aturan dalam seluruh aspek kehidupan—baik pemerintahan, politik, ekonomi, maupun sanksi.

Dengan akidah yang kokoh, setiap individu terdorong untuk senantiasa terikat pada hukum syariat dalam setiap tindakan. Ia merasa diawasi oleh Allah SWT, sehingga tidak akan menjadikan jabatan sebagai alat untuk memperkaya diri secara curang.

Dalam sistem pemerintahan Islam, pemimpin dipilih bukan untuk mencari keuntungan, melainkan untuk menjalankan amanah mengurus urusan umat. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Islam juga membentuk masyarakat yang aktif dalam muhasabah lil hukam (mengoreksi penguasa) serta memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Korupsi, suap, dan pengkhianatan terhadap amanah dalam Islam dikategorikan sebagai dosa besar yang bukan hanya merusak kepercayaan publik, tetapi juga bentuk pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya.

BACA JUGA:  Derby Kintom Tersaji di Babak Final Turnamen Sepakbola Demokrat Cup 2025

Dengan penerapan sistem sanksi yang adil dan transparan di bawah negara yang menjalankan syariat Islam secara menyeluruh, pelaku kejahatan, termasuk koruptor, akan dihukum tanpa pandang bulu. Apalagi ketika masyarakatnya memiliki budaya takwa dan kontrol sosial yang kuat, maka potensi penyimpangan dapat ditekan secara signifikan.

Korupsi tidak akan pernah benar-benar diberantas dalam sistem kapitalisme yang menjadikan materi sebagai tolak ukur kebijakan. Justru Islam, dengan sistemnya yang holistik dan berbasis akidah, mampu membentuk manusia yang jujur, pemimpin yang amanah, serta masyarakat yang peduli. Karena itu, solusi atas ilusi pemberantasan korupsi hanya akan hadir melalui perubahan sistemik menuju penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam bingkai negara yang menjadikan iman dan takwa sebagai pondasinya. (*)