Banggaikece.id – Wacana pemecatan Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui upacara terbuka yang digagas oleh Bupati Banggai, Amirudin Tamoreka, menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk aktivis mahasiswa.
Muh. Risaldi Sibay, seorang aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Banggai, menyatakan bahwa rencana ini berpotensi melanggar hak-hak dasar ASN dan menodai prinsip penghormatan terhadap martabat abdi negara.
Risaldi menilai bahwa gagasan tersebut tidak hanya melanggar etika pemerintahan, tetapi juga berpotensi bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Wacana pemecatan ASN melalui upacara terbuka bukan hanya melanggar etika, tetapi juga berpotensi melanggar hak asasi manusia. ASN adalah abdi negara yang memiliki hak untuk diperlakukan dengan martabat dan kehormatan,” ujarnya, Sabtu (17/05/2025).
Seperti diberitakan sebelumnya di salah satu media online lokal, Bupati Amirudin Tamoreka menyatakan akan menjatuhkan sanksi hingga pemecatan bagi ASN yang melanggar disiplin, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Bahkan, Plt Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Banggai, Syafrudin Hinelo, menyatakan bahwa setiap ASN yang dipecat harus “diupacarakan.”
Menanggapi hal ini, Risaldi menegaskan bahwa prosedur pemberhentian ASN seharusnya dilakukan secara tertutup, bukan dalam upacara terbuka. “Pasal 49 ayat (4) dan (5) Peraturan BKN Nomor 6 Tahun 2022 dengan jelas menyatakan bahwa keputusan hukuman disiplin harus disampaikan secara tertutup, bukan diumumkan di depan umum,” tegasnya.
Lebih lanjut, Risaldi mempertanyakan dasar hukum yang digunakan Bupati dan Plt Kepala BKPSDM dalam menggagas upacara pemecatan ini.
Ia mengingatkan bahwa setiap keputusan pemberhentian ASN harus melalui proses yang adil, transparan, dan berbasis bukti yang sah, bukan hanya berdasarkan evaluasi sepihak kepala daerah.
“Tindakan seperti ini justru berisiko merusak citra pemerintahan sendiri, apalagi jika digunakan untuk tujuan politis atau sebagai bentuk intimidasi terhadap ASN,” pungkasnya.
Aktivis IMM tersebut juga mengingatkan pentingnya menegakkan aturan secara konsisten dan tidak tebang pilih dalam menindak pelanggaran disiplin ASN.
“Jangan sampai ada kesan bahwa hukum hanya ditegakkan kepada pihak tertentu, sementara pelanggaran berat yang diduga dilakukan pejabat lainnya justru dibiarkan,” tutup Risaldi. (*)




