BeritaDaerahNews

Maraknya PHK, Butuh Peran Negara

335
×

Maraknya PHK, Butuh Peran Negara

Sebarkan artikel ini

Oleh: Susci Utari (Aktivis Muslimah Banggai Laut)

Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) semakin meluas, merambah ke berbagai sektor industri dengan alasan efisiensi anggaran. Akibatnya, banyak pekerja kehilangan mata pencaharian secara mendadak dan masif. Rasa cemas dan sedih bercampur menjadi satu saat menghadapi kenyataan pahit ini.

Seperti yang terjadi di PT Sanken Indonesia (Cikarang, Jawa Barat) dan PT Danbi International (Garut, Jawa Barat). Kedua perusahaan tersebut memutuskan untuk menghentikan produksi, menyebabkan ribuan buruh terancam kehilangan sumber pendapatan (CNBC Indonesia, 20/02/2025).

PHK yang Tak Berujung, Negara Gagal Menjamin Lapangan Kerja

PHK bukanlah fenomena baru, tetapi terus terjadi tanpa solusi nyata dari negara. Pemerintah tampak tidak memiliki strategi komprehensif dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang luas dan berkelanjutan bagi rakyatnya.

Meski ada beberapa peluang kerja, mayoritas berasal dari sektor swasta. Namun, mengandalkan swasta bukanlah solusi karena perusahaan dapat memberhentikan karyawannya kapan saja tanpa jaminan perlindungan dari negara. Pekerja selalu berada dalam posisi rentan.

Mereka yang terkena PHK menghadapi ketidakpastian luar biasa. Mencari pekerjaan baru bukan perkara mudah—banyak tahapan seleksi yang harus dilalui, persaingan ketat, dan kuota terbatas. Padahal, kehidupan harus terus berjalan, dan kebutuhan ekonomi tidak bisa menunggu.

BACA JUGA:  Bencana Sumatra: Bukti Nyata Bahaya Perusakan Alam dalam Sistem Kapitalisme

Mirisnya, mencari pekerjaan di negeri ini terasa seperti perjuangan panjang yang melelahkan. Jaminan kesejahteraan seolah hanya sekadar ilusi, berakhir dengan kekecewaan dan keputusasaan.

Dampak Sosial dan Ekonomi PHK Massal

PHK tidak hanya berimbas pada individu, tetapi juga keluarga dan masyarakat luas.

Seorang kepala keluarga yang kehilangan pekerjaan harus tetap memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya.

Seorang anak yang bekerja demi membantu keluarganya justru kehilangan sumber pendapatan.

Masyarakat secara luas ikut terdampak, karena daya beli menurun dan roda ekonomi melambat.

Seharusnya, negara menjadi pelindung dan penyedia solusi, bukan justru abai dan membiarkan rakyat berjuang sendiri. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa pemerintah gagal menciptakan kebijakan pro-rakyat dalam mengatasi gelombang PHK ini.

Bahkan, skema jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang menjanjikan 60% gaji selama enam bulan dengan batas atas upah Rp5 juta tidak cukup menjadi solusi jangka panjang. Sebab, kehidupan tidak hanya berlangsung selama enam bulan, dan setelahnya para pekerja tetap harus berjuang sendiri (Kumparan.com).

Kapitalisme: Biang Kerok PHK Massal

Dalam sistem kapitalisme sekularisme, kesejahteraan tidak pernah menjadi prioritas utama. Sistem ini hanya memberikan keuntungan besar kepada para pemilik modal, dengan regulasi yang mempermudah mereka dalam menguasai dan mengeksploitasi sumber daya alam.

BACA JUGA:  Imigrasi Banggai Perkuat Layanan Informasi Melalui WHAPI

Perusahaan-perusahaan besar bebas menentukan jumlah tenaga kerja sesuai kepentingan mereka.

Negara hanya bertindak sebagai fasilitator, bukan pelindung rakyat.

Nasib pekerja sepenuhnya berada di tangan pemilik modal.

Akibatnya, masyarakat menjadi pengemis di negeri sendiri, bergantung pada kebijakan perusahaan yang sewaktu-waktu bisa memberhentikan mereka. Sementara itu, negara bersikap pasif, hanya mengamati tanpa solusi konkret terhadap maraknya PHK.

Islam: Solusi Hakiki bagi Kesejahteraan Rakyat

Berbeda dengan kapitalisme, Islam menjamin kesejahteraan masyarakat dengan memastikan setiap individu, khususnya kepala keluarga, memiliki pekerjaan yang layak.

Negara wajib membuka lapangan pekerjaan bagi mereka yang membutuhkan.

Tidak ada mekanisme PHK sewenang-wenang, karena Islam memprioritaskan kesejahteraan umat.

Upah pekerja harus adil dan mencukupi, sesuai dengan kebutuhan hidup mereka.

Islam tidak hanya memberikan lapangan pekerjaan secara luas, tetapi juga menjamin sistem ekonomi yang adil dan stabil. Negara akan mengelola sumber daya alam untuk kepentingan rakyat, bukan diserahkan kepada swasta atau asing.

BACA JUGA:  Tim Tuan Rumah GMC Gori-gori dan Pamsi Sinorang Raih Kemenangan di Penyisihan Grup

Sumber pemasukan negara dalam Islam sangat kuat, berasal dari: Fai, kharaj, jizyah, zakat, ghanimah, dan sumber lainnya. Pengelolaan sumber daya alam oleh negara, bukan oleh pemilik modal.

Ketika negara sendiri yang mengelola sumber daya, maka: Lapangan pekerjaan akan dibuka seluas-luasnya. Tidak ada PHK massal yang mengancam rakyat. Setiap individu memiliki akses terhadap pekerjaan yang layak dan upah yang cukup.

Kesimpulan: Hanya Islam yang Bisa Memberikan Solusi

Kapitalisme telah gagal memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyat. Sistem ini hanya memperkaya segelintir orang dan membiarkan rakyat berjuang sendiri.

Sebaliknya, Islam memiliki mekanisme ekonomi yang jelas dan adil, di mana negara berperan aktif dalam menjamin kesejahteraan warganya. Dengan sistem Islam,  Lapangan pekerjaan tersedia luas. PHK massal tidak akan terjadi. Setiap pekerja mendapatkan upah yang layak. Ekonomi negara stabil dan berpihak pada rakyat.

Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam kembali kepada aturan Islam secara kaffah. Karena hanya dengan Islam, kesejahteraan yang hakiki bisa diwujudkan. 

Tidak ada lagi ketakutan akan kehilangan pekerjaan, karena negara Islam akan melindungi dan menjamin kehidupan rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Wallahu a’lam bish-shawab. (*)