Oleh: Fini Sulila, A.Md.Kom
Belakangan ini, media sosial dihebohkan dengan tagar #KaburAjaDulu yang menjadi trending di berbagai platform, terutama X (Twitter). Tagar ini digunakan oleh warganet untuk menyuarakan keinginan mereka pindah ke luar negeri, baik melalui beasiswa pendidikan, pekerjaan, program magang, atau jalur lainnya.
Menurut analisis Drone Emprit, mayoritas pengguna tagar ini adalah generasi muda, dengan 50,81% berusia 19-29 tahun dan 38,10% berusia di bawah 18 tahun. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh digitalisasi yang memperlihatkan kehidupan di negara lain yang dianggap lebih menjanjikan.
Pencarian dengan kata kunci #KaburAjaDulu di X memperlihatkan banyak unggahan yang mengaitkan tagar ini dengan #PeringatanDarurat, serta keluhan terhadap berbagai permasalahan di Indonesia, seperti:
Upah rendah dan kesulitan mendapatkan pekerjaan meskipun memiliki kualifikasi tinggi.
Fenomena “orang dalam” yang mempersempit peluang kerja bagi masyarakat umum.
Tingginya angka korupsi serta kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.
Kualitas pendidikan yang rendah, bertemu dengan banyaknya tawaran beasiswa di luar negeri.
Minimnya lapangan kerja dalam negeri, dibandingkan dengan peluang kerja di luar negeri yang menawarkan gaji lebih tinggi.
Fenomena Brain Drain dan Ancaman Kehilangan SDM Berkualitas
Tren #KaburAjaDulu mencerminkan fenomena brain drain, yaitu migrasi tenaga kerja terampil dan berpendidikan tinggi ke luar negeri. Ini menjadi tantangan besar bagi negara berkembang, karena semakin memperlebar kesenjangan antara negara maju dan berkembang.
Banyak profesi strategis, seperti dokter, ilmuwan, dan insinyur, yang memilih bekerja di luar negeri demi gaji lebih tinggi, standar hidup yang lebih baik, serta stabilitas ekonomi dan politik.
Fenomena ini menggambarkan kegagalan kebijakan ekonomi dalam negeri dalam menciptakan kesejahteraan. Sumber daya alam (SDA) Indonesia dikuasai oleh korporasi asing, sementara rakyat tetap hidup dalam kondisi sulit. Minimnya anggaran pendidikan, rendahnya kualitas guru, serta kurangnya akses terhadap sumber belajar juga memperburuk keadaan.
Akibatnya, generasi muda menghadapi pilihan sulit: bertahan dalam ketidakpastian ekonomi di dalam negeri atau mencari kehidupan yang lebih layak di luar negeri.
Sistem Ekonomi Kapitalisme: Akar Masalah Kesenjangan
Kesenjangan ekonomi tidak hanya terjadi dalam negeri, tetapi juga dalam skala global. Kapitalisme menciptakan jurang antara negara maju dan berkembang. Kekayaan hanya berputar di kalangan elite, sementara rakyat kecil semakin tertinggal.
Ungkapan “yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin” bukan sekadar jargon, tetapi realitas yang terjadi akibat sistem yang tidak adil. Bahkan mereka yang pindah ke luar negeri menyadari biaya hidup dan pajak yang tinggi, tetapi tetap memilih bertahan karena kehidupan di sana lebih menjanjikan.
Jika fenomena ini terus berlanjut, Indonesia akan kehilangan generasi unggulnya, dan bonus demografi yang dimiliki saat ini justru akan dimanfaatkan oleh negara lain.
Solusi Islam: Membangun Kesejahteraan Tanpa Eksploitasi
Dalam Islam, negara bertanggung jawab memastikan kesejahteraan rakyat dengan kebijakan yang berkeadilan. Negara wajib memenuhi kebutuhan dasar setiap individu, serta menciptakan lingkungan ekonomi yang mendukung kesejahteraan seluruh rakyatnya.
Beberapa langkah yang bisa diambil dalam sistem Islam:
1. Membuka lapangan kerja seluas-luasnya, terutama bagi laki-laki sebagai penanggung nafkah keluarga, melalui sektor pertanian, perdagangan, industri, dan jasa.
2. Mengelola sumber daya alam (SDA) sebagai milik umum, bukan diserahkan kepada korporasi. Kekayaan dari SDA harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk subsidi BBM, gas, layanan publik, dan infrastruktur gratis.
3. Menjamin pendidikan dan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat, sehingga generasi muda bisa mendapatkan pendidikan tinggi tanpa beban ekonomi.
4. Mendorong ekonomi berbasis keadilan dengan menghilangkan eksploitasi dan monopoli oleh segelintir orang.
Sistem Islam tidak hanya menata ekonomi, tetapi juga membentuk SDM yang beriman, berilmu, dan memiliki visi membangun bangsa, sehingga mereka tidak mudah tergoda meninggalkan tanah air demi kesejahteraan semu di negara lain.
Kesimpulan
Tagar #KaburAjaDulu adalah sinyal kuat kekecewaan generasi muda terhadap kondisi ekonomi, politik, dan sosial di Indonesia. Fenomena brain drain yang terjadi saat ini bisa menjadi bencana bagi masa depan bangsa jika tidak segera diatasi.
Dibutuhkan perubahan fundamental dalam sistem ekonomi dan politik agar Indonesia bisa memberikan kehidupan yang lebih baik bagi rakyatnya. Islam menawarkan solusi nyata untuk menciptakan kesejahteraan yang adil dan berkelanjutan, sehingga tidak ada lagi alasan bagi generasi muda untuk “kabur” mencari kehidupan yang lebih layak di negeri orang.
Tegaknya kembali institusi Islam bukan hanya akan membawa rahmat bagi umat Islam, tetapi juga bagi seluruh manusia, menciptakan dunia yang lebih adil dan sejahtera. (*)




