Banggaikece.id- Setelah menempuh lautan berjarak 1.000 Kilometer dari Teluk Mandar, Perahu Sandeq tiba di RTH Teluk Lalong Luwuk, Rabu sore 11 Desember 2024.
Kedatangan Perahu Sandeq di Teluk Lalong, dihiasi dengan arak-arakan puluhan perahu dan bendera ula-ula.
Rombongan Perahu Sandeq yang dipimpin Muhammad Ridwan, disambut oleh Wakil Bupati Banggai, Furqanuddin Masulili, Kasubag Balai Kebudayaan, Raja Banggai, Raja Tiworo, dan unsur Forkopimda Banggai yang hadir dalam kesempatan itu.
Kemudian Tim Perahu Sandeq juga disambut dengan tarian Igal Kabawan oleh Tim Banggai Kepulauan, memperlihatkan kearifan lokal yang sarat akan nilai-nilai budaya maritim.
Kehadiran Perahu Sandeq, yang telah mengarungi lautan sepanjang 1.000 Kilometer ini menjadi simbol sebagai pembuka Festival Sama Bajau di Kota Luwuk.
Mendapat sambutan luar biasa, Ketua Tim Rombongan Perahu Sandek, Muhammad Ridwan sangat bangga dan terharu.
“Terima kasih masyarakat Banggai yang telah menyambut kami, setelah menyebrangi lautan 1.000 KM kami tiba di Kota Luwuk,” ungkap Muhammad Ridwan.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada para pelaut yang telah membawanya dari Mandar hingga tiba di Tanah Babasalan ini.
“Inilah para pelautnya yang luar biasa, yang membawa kami dengan perahu sandeq. Masih terus menggunakan warisan nasional. Terima kasih masyarakat Banggai, yang telah menyambut kami dengan baik. Mohon maaf jika ada hal yang kurang berkenan,” katanya.
Festival Sama-Bajau ini diselenggarakan selama lima hari, yang akan berakhir pada 15 Desember 2024. Festival ini merupakan sebuah inisiatif strategis untuk memperkuat diplomasi budaya maritim Indonesia di tingkat ASEAN, mempromosikan ketahanan pangan, serta mendukung keberlanjutan ekonomi berbasis laut.
Dalam Festival ini menyuguhkan rangkaian kegiatan yang menampilkan kekayaan budaya maritim dan potensi pangan laut yang dimiliki masyarakat Sulawesi, khususnya komunitas Sama-Bajau, sebagai bagian dari warisan budaya bahari yang berharga.
Melalui festival ini, diharapkan tercipta pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya keanekaragaman hayati laut dan peran tradisi maritim dalam menjaga ekosistem laut.
Komunitas Sama-Bajau, yang terkenal dengan keahlian dalam navigasi laut dan pemanfaatan sumber daya laut secara lestari, memiliki kearifan lokal yang dapat berkontribusi pada ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan. Festival ini sekaligus mempromosikan praktik-praktik berkelanjutan yang dapat menjadi model bagi pengelolaan sumber daya laut di seluruh Asia Tenggara.
Sesepuh Suku Bajau Indonesia, Zulkifli Azir yang dikonfirmasi media ini, berharap, melalui kegiatan ini bisa mengubah kehidupan masyarakat Bajau untuk lebih baik, yang selama ini dikenal dengan masyarakat yang jauh dari peradaban.
“Kami berharap dari kegiatan ini, saudara-saudara kami bangga bahwa leluhurnya itu adalah petualang ulung yang mampu menembus samudra bersama-sama dengan masyarakat setempat,” ucapnya.
Melalui kegiatan ini kata Zulkifli, masyarakat Bajau bisa mengetahui benar latar belakang leluhurnya. Dan ini menjadi informasi berharga bagi masyarakat Bajau di Indonesia.
“Alhamdulillah, Suku Bajau telah mendapatkan pengakuan Internasional. Buktinya setiap tahun selalu ada Internasional Bajau Konferensi, dan kami biasa diundang sebagai pembicara,” tuturnya.
Melalui Festival Bajau yang dipusatkan di Kota Luwuk ini, diharapkan dapat merekatkan persaudaraan antar masyarakat Bajau di Indonesia bahkan dunia.
“Atas kegiatan Festival Bajau di Luwuk, yang dilaksanakan masyarakat Bajau, Kementerian Kebudayaan dan Pemda Banggai, ini sangat luar biasa. Kami diberikan kesempatan untuk mengenalkan Bajau itu seperti apa. Bukan hanya kontes nasional, tapi internasional. Seperti kita lihat di sana, ada berapa bendera luar negera yang meliput kegiatan ini,” ucapnya, sembari menunjuk bendera tersebut, mulai Bendera Thailan, Filipina, Singapura dan Malaysia.
Kasubag Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah 18, Muhammad Tang mengatakan, tema Festival Sama Bajau ini dihadiri dari berbagai daerah bahkan negara.
“Ada tiga event dalam Festival Sama Bajau ini, pertama penyambutan Sandek yang saat ini kita ikuti bersama, kemudian Gelar Budaya dan Kongres Internasional,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Ia juga menyanjung Kabupaten Banggai yang memiliki banyak warisan budaya termasuk peninggalan Belanda yang telah ratusan tahun.
“Terkait kegiatan ini, kita punya waktu sampai tanggal 15 Desember 2024, mari kita sama-sama mendukung kegiatan ini. Karena apalah artinya tanpa dukungan, mari berpartisipasi melestarikan adat dan budaya,” pesannya.
Sementara itu, Wakil Bupati Banggai, Furqanuddin Masulili mengaku bangga karena menjadi tuan rumah Festival Sama Bajau ini. Di mana Festival ini untuk mempererat silaturahmi antar suku Bajau, bukan hanya di Indonesia tapi juga negara luar.
“Bajau itu sangat luar, terutama di daerah kita Kabupaten Banggai, banyak sekali masyarakat kita yang bersuku Bajau. Pantai atau kampung pesisir, ada Suku Bajao,” ucapnya.
Melalui kegiatan ini, juga sebagai upaya untuk memperkuat ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan pengelolaan kekayaan kelautan.
“Untuk dukungan, kami Pemda Banggai telah memberikan dukungan kepada Suku Bajau, khususnya nelayan. Karena bicara Bajau, itu banyak berprofesi sebagai nelayan. Kita memberikan bantuan seperti perahu, ketinting hingga alat tangkap dengan harapan bisa meningkatkan ekonomi,” tandasnya.
Diketahui, Festival ini juga merupakan wujud nyata dari upaya meningkatkan konektivitas budaya di kawasan Asia Tenggara. Kehadiran delegasi dari negara-negara ASEAN, seperti Thailand, Malaysia, Filipina, dan Singapura, memperlihatkan semangat kebersamaan dalam merawat dan mempromosikan budaya maritim sebagai identitas bersama ASEAN.
Festival ini tidak hanya menjadi ajang untuk menampilkan tradisi bahari dan pangan laut, tetapi juga berperan sebagai forum diplomasi budaya yang menghubungkan negara-negara di kawasan melalui sejarah, perdagangan, dan budaya yang sudah terjalin sejak lama melalui jalur maritim.
Dengan demikian, festival ini diharapkan dapat menjadi platform untuk memperkuat kolaborasi lintas negara dalam pelestarian budaya maritim dan pengelolaan keanekaragaman hayati laut, yang sangat relevan dengan upaya menghadapi tantangan perubahan iklim dan degradasi ekosistem.
Melalui kolaborasi budaya dan promosi kekayaan laut ASEAN, festival ini juga mendukung upaya menjadikan budaya suku laut sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO melalui joint nomination, memperkuat posisi Indonesia sebagai negara adidaya budaya maritim, dan mempromosikan ketahanan pangan berbasis laut yang menjadi sumber daya vital bagi masyarakat ASEAN. (*)