BeritaDaerahNews

Bercerita Sastra, ‘Kopi dan Puisi Untuk Ibu’

239
×

Bercerita Sastra, ‘Kopi dan Puisi Untuk Ibu’

Sebarkan artikel ini

Diinisiasi Komunitas Sastra Pinggiran, kegiatan yang bertajuk “Kopi dan puisi untuk Ibu” ini menampilkan beberapa penyair dan penulis yang membawakan hasil karya puisi tentang ibu.

Banggaikece.id- Bercerita tentang sastra, sejumlah pemuda dan mahasiswa pegiat sastra mengulas serta menampilkan karya Puisi di Kedai Jajanan Skuy, Kelurahan Karaton, Minggu malam 27 Oktober 2024.

“Saat ujaran benci dan fitnah ditujukan padamu, kau menutup telinga dan mendengarnya dengan hati. Saat intimidasi beraksi dan menyerangmu, kau peluk luka itu menyiramnya dengan cinta dan kasih,” ungkap Reza saat membawakan hasil karyanya.

BACA JUGA:  Sekda Banggai Buka Workshop PJPK 2025, Tegaskan Penduduk sebagai Aset Utama Pembangunan Daerah

Dalam diskusi sastra ini, para pemantik meyakini sastra khususnya puisi merupakan mimesis atau peniruan kenyataan seperti yang sesungguhnya.

“Penting bagi sastra untuk punya komitmen sosial, sebagai krtik kehidupan sehari hari” ulas kedua pemantik, Reza Fauzi dan Supriadi Lawani.

Bagi Budi sapaan akrabnya, dalam penggalan puisinya, Ibu selalu menjadi alasan untuk pulang. 

“Ibu adalah alasan untuk kembali kerumah, dan rumah besar itu adalah kabupaten Banggai,” ucap Budi dalam puisinya.

BACA JUGA:  Selamat! Dosen Unismuh Luwuk, Firmansyah Fality Raih Gelar Doktor di UMI Makassar

Seluruh karya yang disampaikan mengandung makna cukup mendalam, menyajikan nilai kemanusiaan sosok seorang ibu.

Berikut salah satu puisi fenomenal karya Reza Fauzi yang menyita perhatian para peserta, berjudul “Mata Ibu”.

Di mata ibu yang teduh, cinta telah tumbuh dan abadi. 

Saat ibu datang, peluk hangat ibu yang kami nanti. 

Saat ibu pergi, rindu akan memanggil Ibu kembali. 

Kami sadar, bahwa cinta selalu diekor oleh sakit hati. 

BACA JUGA:  Polres Bangkep Salurkan Sarana Kontak ke Rumah Ibadah di Desa Matanga, Perkuat Kemitraan dengan Masyarakat

Mereka yang mati nurani, adalah mereka yang mencaci maki. 

Saat ujaran benci dan fitnah ditujukan padamu, kau menutup telinga dan mendengarnya dengan hati. 

Saat intimidasi beraksi dan menyerangmu, kau peluk luka itu menyiramnya dengan cinta dan kasih. 

Ibu, Ibu, Ibu…

Padamu, kami titipkan lirih suara ini. 

Padamu, doa – doa kami langitkan. 

Padamu, harapan, cinta dan kasih kami percaya bisa bangun Banggai. 

Ibu, kami memanggilmu Ma’ Anti, Ibu Rakyat Banggai. (*)