BeritaDaerahNews

Dikeluhkan Warga, Penerima Program SJSP Ayam Pedaging di Uwelolu Hanya Aparat Desa dan Hansip

1241
×

Dikeluhkan Warga, Penerima Program SJSP Ayam Pedaging di Uwelolu Hanya Aparat Desa dan Hansip

Sebarkan artikel ini

Banggaikece.id– Warga Desa Uwelolu, Kecamatan Toili Barat juga mengeluhkan program Satu Juta Satu Pekarangan (SJSP) ayam pedaging. 

Betapa tidak, penerima bantuan tersebut hanyalah aparat desa setempat dan anggota Hansip saja, tidak ada warga biasa.

Di Desa Uwelolu, program SJSP ayam pedaging didistribusikan kepada 15 warga. Dari 15 warga itu, 6 anggota Hansip dan 9 Ketua Rukun Tetangga atau RT. 

Pengakuan bahwa hanya aparat desa saja yang menjadi penerima manfaat program itu diakui Ngadiono.

BACA JUGA:  Ratusan Tenaga Non-ASN Geruduk Kantor Bupati, DPRD, dan BKPSDM Bangkep Tuntut Keadilan

Ngadiono adalah Ketua RT II, RW I, Desa Uwelolu. “Hansipnya 6 (orang), RT 9 (orang). Hanya 15 saja. Saya Ketua RT II, RW 1, Uwelolu,” tutur Ngadiono kepada media ini ketika ditemui di kediamannya, pekan kemarin.

Hanya aparat desa yang menjadi penerima program SJSP dikeluhkan warga lainnya.

 “Iya mas, kami gak dapat. Hanya aparat desa saja,” keluh warga saat berpapasan di jalan lingkungan Desa Uwelolu.

BACA JUGA:  Seru! Putra Jagal dan Tanjung Tuwis Bertemu di Babak 8 Besar Danki Cup 2024

Ngadiono yang ditemui jelang Salat Magrib masih sempat mengajak ke bagian samping dapur rumahnya. Di sisi kanan rumahnya itulah, Ngadiono membangun kandang. Lima puluh ekor anakan ayam dibesarkannya di kandang mungil miliknya.

Ngadiono mengaku, tak mendapatkan untung dari hasil penjualan ayam pedaging miliknya. Begitu juga dengan penerima lainnya sebut Ngadiono, nasibnya tak berbeda jauh.

Bantuan ayam pedaging itu tahun 2023. “Pakannya kurang mas. Kami beli sendiri,” ungkap Ngadiono. 

BACA JUGA:  Tabrakan Hebat Terjadi di Singkoyo Vixion Vs Sonic

Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ayam pedaging, Ngadiono harus membeli pakan sekira 40 Kg.

“Banyak yang mati mas. Punya saya ini, kalau gak salah ingat ada 10 lebih yang mati. Gak tau cara peliharanya. Kami  dapat pengarahan di kantor desa, hanya sekali saja. Dikasih tahu di kantor desa,” tutur Ngadiono.

Saat masa panen, ayamnya dijual murah. “Jualnya murah. Yang beli tetangga. Gak balik modal,” kata Ngadiono sembari tersenyum. (*)