NewsOpini

Maraknya Judi Online, Menjerat Generasi Muda

1324
×

Maraknya Judi Online, Menjerat Generasi Muda

Sebarkan artikel ini
Example 300250

Oleh: Susci Utari (Anggota Komunitas Sahabat Hijrah Balut)

Publik dikhawatirkan dengan maraknya judi onlne yang tak hanya menjerat rakyat, namun juga menjerat kalangan pejabat. Tak hanya orang dewasa, namun juga generasi muda, laki-laki maupun perempuan. 

Dikutip dari survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2023, bahwa tingkat penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 79,5 persen dari total penduduk Indonesia yang sebesar 279,3 juta jiwa. 

Selain itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penetrasi internet cukup besar disumbang oleh kelompok generasi Z atau mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 yaitu sebesar 87,02 persen. Terkuak data miris bahwa terdapat hampir 500.000 anak-anak Indonesia berstatus pelajar dan mahasiswa terseret judi online. (Indonesia,go.id, 16/07/2024)

Siapa saja bisa mengakses judi online, khususnya generasi muda. Apalagi judi online merupakan kemaksiatan yang tidak terasa. Awalnya,  sering dilakukan oleh pelaku kemaksiatan maupun kerusakan, seperti peminum khamar, narkoba, dan pezina. Namun kini,  judi online sudah  dilakukan oleh pelajar, mahasiswa, maupun anak muda lainnya.

Dalam mengatasi judi online, pemerintah sendiri sudah melakukan berbagai macam cara dalam menghentikan peredaran tersebut. Diantaranya, Mengeluarkan kepres No. 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring, membuat UU ITE dan KUHP tentang hukuman denda degan jumlah yang besar terhadap pelaku judi online, serta munculnya arahan dari berbagai tempat,  seperti Kemenag maupun BKKBN tentang larangan judi online.

Upaya pemerintah dalam hal ini patut diapresiasi. Hanya saja, upaya tersebut tidak secara menyeluruh mampu memberhentikan maraknya perjudian yang terjadi. Faktanya, judi online masih terus saja terjadi, bahkan sampai merambat diberbagai kalangan. Tentu ini memunculkan kerisauan, khususnya bagi generasi muda sebagai ujung tombak peradaban. 

Bagaimana bisa, generasi muda yang diharapkan hari ini mampu membangun peradaban emas yang akan datang, justru menjadi generasi  pecandu judi online? Generasi yang seharusnya menghabiskan fikiran dan waktunya untuk belajar dan berkarya, justru menjadi generasi yang di peralat dengan berbagai macam aplikasi judi online yang menggoda. Keinginan berbagai kalangan untuk mengakses judi online, tak dapat dipisahkan dari berbagai macam faktor penyebabnya, bahkan sampai pada alasan yang sangat menyedihkan adalah keterpaksaan. 

BACA JUGA:  Polisi Sita 20 Galon Cap Tikus di Pagimana, Tiga Orang Diamankan 

Judi online secara agama merupakan perilaku yang dilarang. Indonesia sebagai negara terbanyak penganut ajaran Islam pelaku judi onlinenya banyak. Kondisi ini terjadi akibat krisis akidah yang banyak dialami umat Islam. Sebagian umat Islam tidak lagi merasa takut kepada Allah Swt., menjauh dari Allah Swt., serta hilangnya kesadaran akan pengawasan Allah Swt kepadanya.

Selain itu, penyebabnya adalah minimnya literasi digital oleh masyarakat dan generasi muda. Pemanfaatan digital yang seharusnya dilakukan secara benar, justru menjadi ladang melakukan kerusakan, dengan berbagai alasan. Mirisnya, modal ikut-ikutan menjadi landasannya. Sehingga, judi online yang secara hakikatnya merugikan, justru dianggap membawa keuntungan.

Dalam pandangan masyarakat,  judi online mampu memberikan keuntungan yang besar,  namun jika masyarakat mendorong dirinya untuk melakukan literasi digital, tentu masyarakat akan menyadari, bahwa sebenarnya pembuat server platfrom/aplikasinya yang jauh lebih menguntungkan. Sebagai mana kerja digital, siapa yang membuat, maka dia bisa mengaturnya. Dan tentu saja para pembuat akan memastikan bahwa keuntungan berada dipihaknya. Kemenangan sangat sulit didapatkan bagi para pejudi online, yang ada hanyalah kerugian dan kecanduan.

Dorongan lingkungan juga menjadi faktor maraknya judi online. Banyaknya orang yang saling ajak mengajak dalam judi online, dapat menciptakan rantai perjudian yang tak ada ujungnya. Apalagi, adanya ketidakpedulian diantara sesama masyarakat, tentu semakin menambah kerusakan ditengah-tengah mereka.  Khusunya, generasi muda yang banyak mengalami stres dari lingkungan dan tak mampu mengontrolnya, sehingga mengalihkannya pada  judi online.

Judi online pula sering dialami oleh mereka yang hidup dengan ekonomi rendah.  Mirisnya, krisis ekonomi sering dijadikan dalih bolehnya judi online. Sebagian orang mengira bahwa melibatkan diri dengan judi online, akan mampu merubah kehidupan mereka menjadi jauh lebih baik. Namun, faktanya keuntungan lebih besar berpihak pada bandar judi. Oleh karena itu, solusi dalam mengatasi krisis ekonomi bukanlah judi online, melainkan adanya peran negara dalam mensejahterakan masyarakat.

BACA JUGA:  Antusiasme Warga Manggalai dan Apal Sambut Cawabup Serfi Kambey, Sosok Pembawa Perubahan 

Mudahnya mengakses link judi online oleh masyarakat mengakibatkan kemudahan masyarakat dalam melakukannya. Tak heran, judi online juga dapat di akses oleh kalangan anak-anak. Sehingga,  sudah menjadi keharusan bagi negara untuk memutus permanen akses link judi online tersebut.

Banyaknya faktor penyebab maraknya judi online, semua ini tak bisa dilepaskan dari penerapan kapitalisme sekularisme, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini mengharuskan pengaturan tatanan kehidupan jauh dari nilai-nilai agama.  Tak heran, jika hari ini banyak generasi muda yang menganggap biasa perbuatan-perbuatan yang salah. Judi online menjadi suatu hal yang terlihat normal dikalangan masyarakat dan generasi muda.

Sistem ini, menjadikan peran  negara hanya sebatas mengedukasi dan mengeluarkan berbagai kebijakan kepada setiap elemen masyarakat,  namun untuk memberhentikan secara permanen, nampak sulit terjadi. Akses link masih nampak mudah diakses, tak ada pemutusan akses menyeluruh terhadap perjudian online. Seharusnya, negara memiliki kedaulatan digital sendiri, agar mampu mengontrol dan berwenang  dalam mengedarkan platfrom yang positif bagi warga negara. Dengan begitu, negara mampu dengan mudah memutuskan segala peredaran produk digital yang berbahaya. Hanya saja pengamanan digital dari aktivitas judol belum sepenuhnya dilakukan negara. Sehingga masih dapat dikendalikan  oleh para bandar judi online.

Kapitalisme sekularisme nampak memandulkan peran negara dalam mensejahterakan masyarakat. Banyak masyarakat yang kesusahan mencari lapangan pekerjaan.  Ditambah lagi, biaya hidup yang semakin tingggi, tentu menjadi beban sendiri bagi masyarakat , khususnya, generasi muda yang memiliki banyak kebutuhan, dan tak mampu dipenuhi oleh keluarga mereka. Sehingga,  negara perlu memastikan tercapainya kesejahteraan ekonomi masyarakat secara merata.

Islam Solusi Mengatasi Judi Online

Dalam Islam judi online merupakan sesuatu yang diharamkan:

“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar, daripada manfaatnya” (QS Al-Baqarah [2]: 219). 

Peringatan tersebut menjadi pelarangan pasti kepada manusia untuk menjauhkan dan selalu berhati-hati dengan perjudian. 

BACA JUGA:  MTsN 1 Banggai Peringati Maulid Nabi, Ini 6 Manfaat Bersholawat 

Pada saat bermain judi online, otak akan mengeluarkan hormon dopamin, yang akan membuat setiap orang merasa senang dan terpuaskan. Sehingga, memilih untuk mencoba adalah langkah awal memasuki tuntunan kepuasan yang tak henti-henti, bahkan dosa tak lagi dianggap penting.

Islam akan memastikan terinternalisasinya akidah Islam didalam jiwa-jiwa mereka. 

Sehingga, memunculkan ketakutan akan dosa dan upaya meninggalkannya. Dengan begitu, judi online akan jauh dari kehidupan. Pembentukan akidah Islam dilakukan di dalam keluarga maupun di dalam instansi sekolah yang menerapkan kurikulum Pendidikan Islam.

Islam pula akan memastikan bahwa kedaulatan digital adalah milik negara.

Negara tidak perlu lagi menyerahkan kepada swasta dalam mengintervensinya. Negara sendirilah yang akan mengontrol dan mengawasi segala macam peredaran di dunia digital, dan memastikan tidak adanya platfrom judi online. Islam  pula akan mengedukasi masyarakat untuk memiliki kemauan dalam melakukan literasi digital, agar penggunaan digital bisa diakses dengan cara yang positif.  Dari pembuatan hingga penggunaannya.

Islam akan  memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan ekonomi masyarakat secara merata. Menyediakan lapangan pekerjaan dan gaji yang layak dalam memenuhi kehidupan rakyat. Dengan begitu, tidak ada lagi masyarakat yang merasa kekurangan dan kemiskinan.  Sehingga, melakukan judi online tidak menjadi jalan pintas mendapatkan materi.

Pelaku judi online akan mendapatkan sanksi hukum berupa jarimah ta’zir, baik itu pejudi, bandar judi, maupun tempat peyedia judi. Hukum jarimah ta’zir merupakan hukuman yang berupa cambuk, penjara dan denda. Semua ini akan ditetapkan oleh ulil amri (kepala pemerintah). Hukuman ini akan diberikan kepada mereka yang telah terbukti melakukannya. Dengan hukuman seperti itu, maka masyarakat akan berpikir berkali-kali melakukan judi online. 

Begitulah cara Islam dalam menuntaskan permasalahan judi online, baik pencegahan maupun menanganan. Sehingga tak ada lagi masyarakat yang berani melakukannya, khususnya generasi muda sebagai estafet perubahan menuju kebaikan. Sehingga, tak ada solusi yang solutif, kecuali kembali kepada Islam. (*)